TINGKAH
LAKU TAURAN PADA REMAJA AKHIR
A. PENDAHULUAN
Kualitas pendidikan di Indonesia saat
ini sangat memprihatinkan. Hal ini terbukti dengan terjadinya peristiwa
-peristiwa tawuran para pelajar yang saat ini sedang maraknya terjadi. Tawuran
saat ini juga sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat.
Banyaknya tawuran antar pelajar yang
terjadi di kota – kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang
menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis berasal dari banyak
faktor yang mempengaruhi baik faktor internal ataupun eksternal.
Perlikau tawuran pelajar bukan hanya
mengakibatkan kerugian harta benda atau korban cidera tetapi bisa sampai
merenggut nyawa orang lain. Di mata mereka nyawa tidak ada harganya, bahkan
mereka merasa bangga jika berhasil membunuh pelajar sekolah lain yang mereka
anggap musuh mereka.
Di tahun 2013, Siswa SMAN 6 Jakarta
meninggal dunia karena terbacok oleh siswa SMAN 70 Jakarta. Apakah ini hasil
dari pendidikan untuk bangsa kita?
Oleh karena itu, Perlu dibahas secara
keseluruhan tentang aksi tawuran pelajar. Karena jika hal ini terus dibiarkan
maka bangsa kita akan semakin hancur, hapuslah kekerasan dalam citra bangsa
kita.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian
Tauran Pada Remaja Akhir
Masa remaja, menurut Mappiare, berlangsung antara umur 12-21
tahun bagi wanita, dan 13-22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun
adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah
remaja akhir.[1]
Dari pembagian Mappiare tersebut, dapat kita simpulkan bahwa
Masa remaja akhir ialah masa ketika seseorang individu berada pada usia 17/18
tahun sampai dengan 21/22 tahun. Dimana saat usia ini rata-rata setiap
remaja memasuki sekolah menengah tingkat atas. Ketika remaja duduk dikelas
terakhir biasanya orang tua menganggapnya hampir dewasa dan berada diambang
perbatasan untuk memasuki dunia kerja orang dewasa.
Masa remaja adalah masa goncang yang
terkenal dengan berkecambuknya perubahan-perubahan emosional. Elizaberth
mengatakan bahwa masa remaja adalah masa “badai dan takanan”.[2]
Suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik
dan kelenjar, atau perubahan jasmaniah, terutama perubahan hormon seks.
Menurut Zakiah Daradjat, bahwa kegoncangan emosi itu tidak hanya disebabkan oleh
perubahan hormon seks dalam tubuh saja, karena perubahan hormon itu mencapai
puncaknya pada permulaan masa remaja awal, sementara perkembangan emosi
mencapai puncaknya pada periode akhir. Oleh karena itu, kita bisa mengatakan
bahwa kegoncangan emosi juga dapat berakibat dari suasana masyarakat dan
keadaan ekonomi lingkungan remaja.[3]
Kegoncangan-kegoncangan emosi yang terjadi pada remaja akhir
menyebabkan remaja akhir melakukan tindakan menyimpang. Tindakan menyimpang itu
salah satunya adalah tauran dikalangan pelajar.
Dalam kamus bahasa Indonesia tauran dapat diartikan sebagai
perkelahian yang meliputi banyak orang. Secara umum, Tawuran adalah salah satu bentuk kenakalan remaja, yaitu kecenderungan sekelompok remaja untuk
melakukan tindakan perkelahian terhadap sekelompok remaja lain yang dapat
mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang
lain.
2. Faktor
Tingkah Laku Tauran
Menurut teori Kurt Lewin, prilaku
individu merupakan hasil intraksi antar individu dan lingkungannya. Jadi, jika
teori ini dihubungkan dengan faktor penyebab tauran, maka faktor tersebut
adalah:
a.
Faktor Individu
Faktor individu ini terjadi di dalam
diri individu itu sendiri yang berlangsung melalui prosesinternalisasi diri
yang keliru dalam menyelesaikan permasalahan disekitarnya dan semuapengaruh
yang datang dari luar. Remaja yang melakukan perkelahian biasanya tidak mampu
melakukan adaptasi dengan lingkungan yang kompleks. Maksudnya, ia tidak dapat
menyesuaikan diri dengan keanekaragaman pandangan, ekonomi, budaya dan berbagai
keberagaman lainnya yang semakin lama semakin bermacam-macam. Para remaja yang
mengalami hal ini akan lebih tergesa-gesa dalam memecahkan segala masalahnya
tanpa berpikir terlebih dahulu apakah akibat yang akan ditimbulkan. Selain itu,
ketidakstabilan emosi para remaja juga memiliki andil dalam terjadinya
perkelahian.[4]
Mereka biasanya mudah friustasi, tidak mudah mengendalikan diri, tidak
peka terhadap orang-orang disekitarnya. Seorang remajabiasanya membutuhkan
pengakuan kehadiran dirinya ditengah-tengah orang-orang sekelilingnya.
b.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sangat
memperngaruhi terjadinya tingkah laku agresi seperti tauran. Faktor lingkungan
tersebut adalah:
1)
Faktor lingkungan keluarga
Keluarga adalah lingkungan utama yang
dapat membentuk watak dan karakter manusia. Keluarga adalah lingkungan pertama
dimana manusia melakukan komunikasi dan sosialisasi diri dengan manusia lain
selain dirinya. Di keluarga pula manusia untuk pertama kalinya dibentuk baik
sikap maupun kepribadiannya. Lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga
pendidikan yang pertama, karena didalam keluarga inilah tempat meletakkan
dasar-dasar kepribadian anak.
Dalam ajaran Islam telah dinyatakan
oleh Nabi Muhammad Saw dalam sabdanya yang berbunyi:
كلّ مولودٍ يولد على الفطرة وانّما ابواه يمجّسا نه او يهـوّ دانه او ينصّرانه
Artinya: “Setiap anak dilahirkan atas dasar fitrah,maka
sesungguhnya kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Majusi, Yahudi dan
Nasrani”
Keluarga adalah tempat dimana
pendidikan pertama dari orangtua diterapkan. Jika seorang anak terbiasa
melihat kekerasan yang dilakukan didalam keluarganya maka setelah ia tumbuh
menjadi remaja maka ia akan terbiasa melakukan kekerasan karena inilah
kebiasaan yang datang darikeluarganya. Selain itu, ketidak harmonisan keluarga
juga bisa menjadi penyebab kekerasan yang dilakukan oleh remaja. Suasana
keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta
hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi
setiap usia terutama pada masa remaja.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa
salah satupenyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua
sebagai figure teladanyang baik bagi anak. Berdasarkan hasil penelitian
ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak
berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak.[5]
Jadi disinilah peran orangtua sebagai penunjuk jalan anaknya untuk selalu
berprilaku baik.
2)
Faktor lingkungan sekolah
Sekolah tidak hanya untuk menjadikan
para siswa ceradas secara akademik namun juga ceradas secara akhlaknya .
Sekolah merupakan wadah untuk para siswa mengembangkan diri menjadi lebih baik.
Namun, sekolah juga bisa menjadi wadah untuk siswa menjadi tidak baik, hal ini dikarenakan
hilangnya kualitas pengajaran yang bermutu. Contohnya disekolah tidak jarangditemukan
ada seorang guru yang tidak memiliki cukup kesabaran dalam mendidik
anak muruidnya akhirnya guru tersebut menunjukkan kemarahannya melalui
kekerasan. Hal ini bisasaja ditiru oleh para siswanya. Lalu disinilah peran
guru dituntut untuk menjadi seorang pendidik yang memiliki kepribadian
yang baik.
3)
Faktor Lingkungan Masyarakat
Lingkungan rumah dan lingkungan sekolah
dapat mempengaruhi perilaku remaja. Seorang remaja yang tinggal di lingkungan
rumah yang tidak baik akan menjadikan remaja tersebut ikut menjadi tidak baik.
Kekerasan yang sering remaja lihat akan membentuk pola kekerasan dipikiran para
remaja. Hal ini membuat remaja bereaksi anarkis. Tidak adanya kegiatan yang
dilakukan untuk mengisi waktu senggang oleh para pelajar disekitar rumahnya juga
bisa mengakibatkan tawuran.
3. Dampak Tingkah Laku
Tauran terhadap Perkembangan Remaja Akhir
Tawuran yang dilakukan para remaja
pelajar akan sangat memberikan dampak yang buruk bagi para remaja pelaku
tawuran tersebut, dampak buruk ini akan mempengaruhi beberapa aspek kehidupan
pelaku tawuran, yaitu:
a.
Aspek Akademis
Tindakan tawuran akan berdampak buruk
bagi para remaja pelajar karena akan menggangu proses pembelajaran yang sedang
para pelaku jalani, jika para pelajar diketahui menjadi pelaku tawuran maka
sekolah akan memberikan hukuman seperti tidak dapat mengikuti pelajaran di
sekolah untuk jangka waktu tertentu atau para pelaku akan diberikan hukuman
seperti dikeluarkan dari sekolah sehingga tidak dapat melanjutkan sekolahnya
kembali.
b.
Aspek Fisik
Tawuran dilakukan secara non-verbal
dengan tindakan kekerasan dan akan berdampak buruk bagi para pelaku tawuran
yang berkelahi akan menyebabkan cacat fisik atau luka-luka dan hal ini akan
sangat merugikan para remaja yang seharusnya dapat melakukan berbagai kegiatan
menjadi terbatas karena dampak pada fisik para pelaku tawuran tersebut.
c.
Aspek Psikologis
Dampak buruk bagi psikologis para
remaja pelaku tawuran adalah pada masa perkembangan adolescence menuju adult.
pembentukan kepribadian di mulai dari masa adolescene dan hal-hal yang
mereka lakukan di masa adolescence akan membentuk kerpribadian sampai adult,
seperti para remaja pelaku tawuran pelajar diajarkan kebiasaan untuk berkelahi
dan menyelesaikan masalah dengan menggunakan kekerasan maka sampai besar nanti
hal itu akan digunakan para pelaku tawuran pelajar untuk mencapai tujuannya.
Proses pembentukan kepribadian para secara psikologi merupakan pendekatan The
behavioral Approach, Miltenberger
mengatakan bahwa the behavioral approach memiliki tujuan agar
manusia dapat menanamkan tindakan yang dilakukan membantu manusia tersebut
dapat menjadi lebih baik. Namun pendekatan behavioral tidak akan
berdampak baik jika hal-hal yang ditanamkan adalah hal negatif. Hal negatif
yang dibiarkan akan menyebabkan kebiasaan yang terbaik di masa depan maka itu
harus ada pengaturan seperti adanya hukuman agar hal negatif yang terjadi tidak
dibiasakan. Jika para remaja terlibat menjadi pelaku tawuran dan diberikan
hukuman akan membantu para remaja pelajar untuk tidak mengulang tindakan
tersebut atau menjadikan kebiasaan dalam kehidupannya.
4. Solusi Terhadap
Tingkah Laku Tauran
Untuk mengatasi tindakan tauran,
semua pihak dituntut untuk saling bekerja sama untuk mengatasi hal ini. Mulai
dari orang tua, sekolah, masyarakat, penegak hokum, agama hinggga pemerintah.
a.
Peran keluarga,
Peran orang tua sangatlah penting ,
yaitu memberikan teladan bagi anak-anaknya. dan menjadi sumber solusi yang
tepat untuk anaknya. sebab tidak ada orang tua yang ingin anakanya terjerumus.
Maka orang tua juga harus melakukan tindakan antisipatif terhadap anak-anaknya.
Termasuk melihat perkembangan emosional, intelektual, ataupun spiritual anak.
Hal yang tidak kalah penting adalah komunikasi, sebab komunikasi adalah
jembatan untuk melakukan pengontrolan terhadap anak. Baik komunikasi orang
tua/keluarga terhadap anak, maupun komunikasi orang tua terhadap sekolah.
b.
Peran Sekolah
Sekolah juga bisa dikatakan sebagai
pengontrol dan sekolah merupakan tempat menimba Ilmu. Disekolah, yang menjadi
orang-tua anak didik adalah guru. Guru mentransfer ilmu yang ada padaNya,
dan diberikan kepada anak didik untuk menjadi bekal bagi anak didik. Baik itu
mental, kerangka berpikir, intelektual, kedisiplinan, mengasah otak dan
memberikan bahan pelajaran yang komunikatif, relevan, dan tidak terkesan
monoton. Sekolah juga memberikan tempat bagi anak didik untuk mengasah minat
atau bakat yang mereka miliki , misalnya pada akhir pekan khusus untuk
kegiatan ekstrakurikuler, pramuka, outbond, atau kegiatan yang bermanfaat
lainnya. Sehingga tidak menimbulkan kebosanan disekolah dan dapat
mengantisipasi bolos sekolah , atau membuat onar serta tindakan-tindakan
yang memicu konflik , atau sebut saja tawuran. Juga, sekolah bisa membuat
suatu kegiatan atau seminar tentang dampak negatif dari aksi bentrok atau
tawuran, serta memberikan motivasi kepada pelajar/mahasiswa khususnya, untuk
menggapai prestasi yang gemilang.
c.
Peran Masyarakat
Masyarakat juga berperan sebagai
pengontrol, yang mana masyarakat juga tidak ingin terganggu akibat tawuran yang
terjadi. Maka, warga/masyarakat ikut berperan untuk mencegah tawuran, misalnya
ketika ada perkelahian antara pelajar segera melerai dan meminta bantuan
pengaman setempat. Tindakan lainnya adalah mempererat hubungan antara
masyarakat, apalagi dalam wilayah tersebut cukup majemuk terdapat berbagi ras,
agama, atau suku. Misalnya mengadakan lomba persahabatan, lomba kebersihan,
bakti sosial ataun acara kebudayaan yang diperankan oleh Pemuda/i untuk
menanmkan kembali sikap luhur dan disiplin nenek moyang yang mendahului kita.
d.
Peran Penegak Hukum
Peran hukum dalam menanggulangi tawuran juga sangat penting. Hukum yang
berbicara ketika terjadi masalha yang fatal atau yang harus selesai denga jalur
hukum, akan tetapi hukum juga mempunyai peran untuk mengantisipasi tawuran,
misalnya melakukan pemberitahuan kesekolah-sekolah, slogan di sekolah, di
media, di fasilitas umum, dan memberikan contoh yang baik. Tidak hanya itu,
aparat hukum juga mendekatkan diri dengan pemuda/i dengan berintekasi
atau membagun komunikasi yang baik.
e.
Peran Agama
Agama dapat dikatakan
pondasi kehidupan. Kita menganut agama serta berdoa sesuai kepercayaan
masing-masing. Dengan beragama, diharapkan manpu menjadi bekal untuk menjadi
pribadi yang teguh dan memberikan pengarahan terkusunya kaum muda bahwa tawuran
bukanlah tindakan yang benar. Menerapkan sikap toleransi atau mengalah untuk
kedamaian serta kepentingan bersama itu lebih penting.
f.
Peran Pemerintah
Peran pemerintah
sebagai pengontrol sekolah, atau pengaman apakah telah menjalankan fungsi atau
tugas serta kewenagannya untuk kesejahteraan masyarakat.
C. PENUTUP
1.
Kesimpulan
Tawuran adalah salah satu bentuk kenakalan remaja, yaitu kecenderungan
sekelompok remaja untuk melakukan tindakan perkelahian terhadap sekelompok
remaja lain yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap
dirinya sendiri maupun orang lain.
Banyak dampak yang disebabkan dari
tauran. Mulai dari dampak akademis, psikologis, hingga fisik. Untuk mengatasi
hal ini, semua pihak hendaknya bekerja sama, mulai dari orang tua, sekolah,
masyarakat hingga pemerintah.
2. Kritik dan Saran
Hendaknya semua pihak bekerja sama
untuk mengatasi tindakan tauran. Yang paling penting adalah orang tua. Isnya
Allah dengan demikian seiring waktu masalah tindakan tauran dapat terhentaskan.
D. SUMBER
Ali, Muhammad dan Muhammad Asrori. 2004. Psikologi Remaja
(Perkembangan Peserta Didik). Jakarta: Bumi Aksara
Fatimah, Enung. 2006. Psikologi Perkembangan, (Perkembangan
Peserta Didik). Bandung: VP. Pustaka Setia
Gunarsa, Singgih D. 1983. Psikologi PerkembanganAnak dan
Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Hurlock, Elizabeth B. 1991. Developmental
Psychologi A. Life-Span Approach, Diterjemahkan: Psikologi Perkembangan Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
[1] Muhammad
Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik), (Jakarta:
Bumi Aksara, 2004), hlm. 9.
[2]Elizabeth B.
Hurlock, Developmental Psychologi A. Life-Span Approach, Diterjemahkan: Psikologi
Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Jakarta: Erlangga, 1991), hlm. 206.
[3]Enung
Fatimah, Psikologi Perkembangan, (Perkembangan Peserta Didi),
(Bandung: VP. Pustaka Setia, 2006), hlm.113
[4]Ibid.
[5]Singgih D. Gunarsa, Psikologi PerkembanganAnak dan Remaja,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia,1983), Hal. 180
Tidak ada komentar:
Posting Komentar