Selasa, 31 Desember 2013

Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013


POSISI BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM KURIKULUM 2013
Dalam kurikulum sebelumnya (KTSP) posisi dan arah layanan bimbingan dan konseling di sekolah mengalami kemunduran karena adanya kerancuan pemahaman tentang ekspektasi kinerja konselor yang tidak menggunakan materi pelajaran sebagai konteks layanan keahiannya, dengan ekspektasi kinerja guru yang menggunakan materi pelajaran sebagai konteks layanan keahliannya.
Sebagaimana telah dinyatakan bahwa layanan bimbingan dan konseling disekolah merupakan bagian integral dari keseluruhan upaya pendidikan dalam jalur pendidikan formal dan layanan ini meskipun dilakukan oleh pendidik yang disebut sebagai konselor namun ekspektasi kinerja profesionalnya berbeda dengan ekspsktasi kinerja professional yang dilakukan oleh guru. Jika ekspektasi kinerja guru menggunakan materi pelajaran sebagai konteks layanan keahliannya maka ekspektasi kinerja konselor tidak demikian.
Ekspektasi kinerja konselor tidak meggunakan materi pelajaran dalam koteks layanan keahliannya (bimbingan dan konseling) melainkan menggunakan proses pengenalan diri konseli (peserta didik) dengan memperhadapkan kekuatan dan kelemahannya dengan peluang dan tantangan yang terdapat dalam ligkungannya, untuk menumbuhkembangkan kemandirian dalam mengambil berbagai keputusan penting dalam perjalanan hidupnya, sehingga mampu memilih, meraih serta mempertahankan karir (kemajuan hidup) untuk mencapai  hidup yang efektif, produktif, dan sejahtera dalam konteks kemaslahatan umum.
Pemahaman yang rancu terhadap ekspektasi kinerja konselor tersebut, megakibatkan  mutu layanan bimbingan dan konseling mengalami kemunduran, sehigga kerancuan tersebut jelas-jelas telah mencedrai integritas layaan bimbingan dan konseling karena layanan ahli yang dilaksanakan oleh konselor ditarik ke wilayah layanan ahli keguruan dan diganti dengan ‘pengembangan diri’ yang maknanya direduksi sebagai pengembangan bakat dan minat siswa, dimana bimbingan da konseling diposisikan sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler. Selain itu guru mata pelajaran dinapikan peranannya dalam proses ‘pengembangan diri’ itu.
Bimbingan dan konseling merupakan  upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi peserta didik  mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku efektif, pengembangan lingkungan perkembangan, dan peningkatan keberfungsian individu di dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan perkembangan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan lingkungan perkembangan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungannya, membelajarkan individu untuk mengembangkan, memperbaiki, dan memperhalus perilaku.
Keberadaan Bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal di Indonesia, sesungguhnya sudah dimulai sejak tahun 1964, ketika diberlakukan “Kurikulum Gaya Baru.” Bimbingan dan Penyuluhan pada waktu itu dipandang sebagai unsur pembaharuan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.  Sejak diberlakukan Kurikulum Tahun 1975, pelayanan bimbingan dan penyuluhan telah dijadikan sebagai bagian integral dari keseluruhan upaya  pendidikan. Petugas yang secara khusus melaksanakan pelayanan Bimbingan dan konseling disebut Guru Bimbingan dan Penyuluhan (Guru BP).
Posisi bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal seperti tertera pada Gambar 1, mengindikasikan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari program pendidikan. Dengan demikian, posisi guru pembimbing sejajar dengan guru bidang studi dan administrator  Sekolah/Madrasah. Demikian pula dalam Permendiknas No. 22/2006  menempatkan pelayanan bimbingan dan  konseling sebagai bagian integral dari standar isi satuan pendidikan dasar dan menengah.
Sejak diberlakukannya kurikulum 1994, sebutan untuk Guru BP berubah menjadi  Guru Pembimbing, sebutan resmi ini diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnyaserta Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya antara lain mengandung arahan dan ketentuan  pelaksanaan pepelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah oleh guru kelas di SD dan guru pembimbing di SLTP dan SLTA. Walaupun kedua aturan tersebut  mengandung hal-hal yang berkenaan dengan pelayanan bimbingan dan konseling, namun tugas itu dinyatakan sebagai tugas guru (dengan sebutan guru pembimbing) dan tidak secara eksplisit dinyatakan sebagai tugas  konselor. Hal ini dapat dipahami karena sebutan konselor belum ada dalam perundangan. Penggunaan sebutan guru, sangat merancukan konteks tugas guru yang mengajar dan konteks tugas konselor  sebagai penyelenggara pelayanan ahli bimbingan dan konseling. Guru pembimbing yang pada saat ini ada di lapangan pada hakikatnya melaksanakan tugas sebagai  konselor, namun sering diperlakukan dan diberi tugas layaknya guru mata pelajaran. Apabila tidak digariskan penegasan dan pencermatan yang benar, kerancuan seperti ini bisa muncul kembali dari Permendiknas No. 22/2006, karena payung Standar Isi sebagai dasar pengembangan KTSP pada dasarnya menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru dan bukan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor.
Perlu ditegaskan bahwa bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks  adegan mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan pelayanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. (Naskah Akademik ABKIN, Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, 2007).
http://guru-indonesia.net/admin/file/f_10344_mekanismekerjaBK.JPG
Gambar 1. Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal
Merujuk pada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan untuk guru pembimbing dimantapkan menjadi ’Konselor.” Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur  (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6). Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik satu dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting pelayanan spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan.
Dalam konteks tersebut, hasil studi lapangan (2007) menunjukkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah sangat dibutuhkan, karena banyaknya masalah peserta didik di Sekolah/Madrasah, besarnya kebutuhan peserta didik akan pengarahan diri dalam memilih dan mengambil keputusan, perlunya aturan yang memayungi pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, serta perbaikan tata kerja baik dalam aspek ketenagaan maupun manajeme

Kolaborasi Konselor, Guru, dan Orang Tua dalam Pengembangan Kemandirian


KOLABORASI KONSELOR, GURU  DAN ORANG TUA DALAM PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN SEBAGAI NILAI INTI KARAKTER
Pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan membantu peserta didik dalam pengenalan diri, pengenalan lingkungan dan pengambilan keputusan, serta memberikan arahan terhadap perkembangan peserta didik; tidak hanya untuk peserta didik bermasalah tetapi menyangkut seluruh peserta didik. Pelayanan bimbingan dan konseling tidak terbatas pada peserta didik tertentu  atau yang perlu  ‘dipanggil’  saja”, melainkan untuk seluruh peserta didik (Guidance and counseling for all).
Di dalam Permendiknas No. 23/2006 dirumuskan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran bidang studi, maka kompetensi peserta didik  yang harus dikembangkan melalui  pepelayanan bimbingan dan konseling adalah Standar Kompetensi Kemandirian (SKK) untuk mewujudkan diri (self actualization)dan pengembangan kapasitasnya (capacity development) yang dapat mendukung pencapaian kompetensi lulusan. Sebaliknya, kesuksesan peserta didik dalam mencapai SKL akan secara signifikan menunjang terwujudnya pengembangan kemandirian. Dalam hal ini kerjasama antara konselor dengan guru merupakan suatu keharusan. Persamaan, keunikan, dan  keterkaitan wilayah pelayanan guru dan konselor dalam konteks pencapaian standar kompetensi peserta didik disajikan pada gambar 2.





PERKEMBANGAN OPTIMUM PESERTA DIDIK:
BELAJAR, PRIBADI, SOSIAL DAN KARIR
http://guru-indonesia.net/admin/file/f_10344_wilayahkerjaBK.JPG
Gambar 2. Kesamaan dan Keunikan Wilayah Kerja Konselor dan  Guru
Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan peserta didik secara utuh dan optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan oleh guru, konselor, dan tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja, sementara itu masing-masing pihak tetap memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam hubungan fungsional kemitraan (kolaboratif) antara konselor dengan guru, antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan (referal). Masalah-masalah perkembangan peserta didik yang dihadapi guru pada saat pembelajaran dirujuk kepada konselor untuk penanganannya, demikian pula masalah yang ditangani konselor dirujuk kepada guru untuk menindaklanjutinya apabila itu terkait dengan proses pembelajaran bidang studi. Masalah kesulitan belajar peserta didik sesungguhnya akan lebih banyak bersumber dari proses pembelajaran itu sendiri. Ini berarti bahwa di dalam pengembangan dan proses pembelajaran bermutu, fungsi-fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian  guru, dan sebaliknya, fungsi-fungsi pembelajaran bidang studi perlu mendapat perhatian konselor.
Perlu ditegaskan bahwa layanan bimbingan dan konseling diperuntukan bagi semua  (guidance and counseling for all) dan oleh karena itu tidaklah tepat jika orientasinya hanya kepada pemecahan masalah, melainkan mencakup orientasi pengembangan (developmental) dan pemeliharaan (maintanance) secara menyeluruh. Layanan bimbingan dan konseling adalah upaya memfasilitasi perkembangan individu (dalam aspek pribadi, sosial, pendidikan, karir) ke arah kemandirian (dalam hal menetapkan pilihan, mengambil keputusan, dan tanggung jawab atas pilihan dan keputusan sendiri) untuk meujudkan diri (self-realization) dan pengembangan kapasitas (capacity development).
Prinsip bimbingan dan konseling untuk semua mengandung arti bahwa target populasi layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal termasuk para peserta didik yang berbakat dan berkebutuhan khusus terutama yang memiliki kecakapan intelektual normal.  Layanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus akan amat erat kaitannya dengan kegiatan hidup sehari-hari (daily living activities)  yang tidak  terisolasi dari konteks. Oleh karena itu   layanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus merupakan layanan intervensi tidak langsung yang akan lebih terfokus pada upaya mengembangkan lingkungan perkembangan (inreach maupunoutreach) bagi kepentingan fasilitasi perkembangan peserta didik, yang akan melibatkan banyak pihak di dalamnya terutama guru pendidikan khusus dan orang tua.
Demikian pula bimbingan dan konseling bagi anak berbakat,  tidak  diperlakukan dan  dipandang sebagai upaya yang luar biasa, melainkan dilihat sebagai bagian dari upaya mewujudkan   tujuan pendidikan nasional, baik di tingkat satuan pendidikan maupun individual. Oleh karena itu, pencapaian prestasi luar biasa misalnya prestasi dalam olimpiade fisika, olimpiade matematika dan dalam berbagai mata pelajaran lain, sejajar dengan keberbakatan bidang olah raga, misalnya   bulutangkis, tinju, catur, yang memang memerlukan takaran latihan di atas yang diperlukan oleh peserta didik pada umumnya. Di bidang pendidikan pada umumnya, sebagai hasil pendidikan nasional, diharapkan akan dihasilkan lulusan yang memiliki karakter kuat yang dituntun keimanan, yang menghargai keragaman dalam kehidupan berbangsa yang bhineka, akrab dan fasih iptek serta menguasai soft skills, dan bugar scara fisik di samping memiliki kebiasaan hidup sehat.

Bimbingan Konseling dalam Kurikulum 2013



FOKUS DAN KERANGKA PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM KURIKULUM 2013
Konteks tugas konselor dalam pendidikan adalah dalam proses pengenalan diri oleh pesera didik (konseli) beserta peluang dan tantangan yang ditemukanya  dalam lingkungan, sehingga memfasilitasi penumbuhan kemandirian peserta didik dalam mengambil sendiri berbagai keputusan penting dalam perjalanan hidupnya (belajar, pribadi, sosial dan karir) dalam rangka mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera, dan bahagia serta peduli kepada kemaslahatan umum, melalui berbagai upaya yang dinamakan pedidikan.
Dengan demikian fokus layanan  bimbingan dan konseling di sekolah adalah menumbuh-kembangkan kompetensi kemandirian sebagai nilai inti karakter. Dalam konteks ini, perlu dikembangkan
1.        Sikap dan berperilaku baik, jujur dan etis;
2.        Belajar bertanggungjawab;
3.        Disiplin, kerja keras dan efisien;
4.        Kesadaran kultural sebagai warganegara, seperti peduli, toleran, saling menghargai dsb,  
5.        Peningkatan pengetahuan dan keterampilan hidup sesuai dengan tinkat perkembangan.
Program bimbingan dan konseling di sekolah bukan merupakan aktivitas ekstrakurikuler melainkan merupakan suatu program yang secara sistematis diarahka untuk mengoptimalkan  pencapaian kompetensi perkembangan setiap peserta didik dalam aspek pribadi, sosial, belajar dan karirnya secara utuh dimana nilai inti karakter melekat di dalam semua bidang layanan tersebut.
Dengan mengingat konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan target populasi layanan bimbingan dan konseling, sebagai layanan ahli,  seorang konselor memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara komprehensif, yang berorientasi pengembangan dan pemeliharaan karakter, dan melayani seluruh peserta didik, dengan kerangka program kerja utuh yang meliputi komponen-komponen sebagai  berikut.
1.        Komponen Layanan Dasar/Umum
yaitu layanan yang bersifat antisipatoris, preventif dan pengembangan. Layanan ini diperuntukan bagi semua peserta didik tanpa terkecuali. Layanan dasar  diarahkan untuk pengembangan kompetensi perkembangan sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangannya peserta didik. Layanan ini dapat dilakukan oleh konselor sendiri maupun dengan kolaborasi antara konselor, guru orang tua atau pakar yang berada di luar sekolah.  Bentuk layanan yang diupayakan anatara lain:
a.       Penghimpunan data setiap peserta didik (hasil asesmen tes dan nontes) dalam  berbagai aspek perkembangan seperti data demografis, hasil belajar, bakat, minat, kecerdasan, kepribadian, kebiasaan belajar dan jaringan hubungan sosial;
b.      Bimbingan klasikal atau bimbingan kelompok yang diselenggarakan secara regular dan terjadual dengan menggunakan metode dan teknik khas bimbingan dan konseling yang menarik, interaktif, menyenangkan, dan reflektif.
c.       Topik-topik yang dibahas atau dilatihkan dirancang sesuai hasil needs assessment sehingga relevan dengan kebutuhan BK yang dialami peserta didik. Topik yang diangkat seperti sikap dan keterampilan studi/belajar, pemecahan masalah, hubungan sosial, keterampilan komunikasi yang efektif, negosiasi dan manajemen konflik, pengembngan sikap toleran, kepercayaan diri, konsep diri, pengendalian emosi, kerja sama, perilaku etis, kreativitas, disiplin, Say No to Drugs, dan sebagainya.
d.      Penggunaan instrumen bimbingan dan konseling untuk asesmen perkembangan dan kegiatan tatap muka terjadwal di kelas sangat diperlukan untuk implementasi komponen ini. Dalam hal tertentu guru bisa ambil bagian untuk mendukung pencapaian kompetensi belajar peserta didik melalui pengembangan nuturant effect pembelajaran
2.        Komponen Layanan Responsif
Yaitu layanan yang dimaksudkan untuk membantu peserta didik memecahkan masalah (pribadi, sosial, akademik, karir) yang dihadapinya pada saat ini dan memerlukan pemecahan segera. Penggunaan instrumen pengungkapan masalah diperlukan untuk  mendeteksi masalah apa yang perlu dientaskan. Di sinilah layanan konseling individual maupun kelompok diperlukan dengan segala perangkat pendukungnya.
3.        Komponen Layanan Perencanaan Individual
Yaitu layanan yang dimaksudkan untuk memfasilitasi peserta didik secara individual di dalam merencanakan masa depannya berkenaan dengan kehidupan akademik maupun karir. Pemahaman peserta didik secara mendalam dengan segala karakteristiknya dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki peserta didik amat diperlukan sehingga peserta didik mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus peserta didik. Kegiatan orientasi, informasi, konseling individual, rujukan, kolaborasi, dan advokasi   diperlukan di dalam implementasi layanan ini.
Layanan Pendukung, yaitu kegiatan yang terkait dengan dukungan manajemen, tata kerja, infra struktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), kolaborasi atau konsultasi dengan berbagai pihak yang dapat membantu peserta didik, pelatihan pembelajaran bernuansa Bimbingan dan Konseling bagi Guru Bidang Studi, termasuk pengembangan kemampuan konselor secara berkelanjutan sebagai profesional.
Sebagai pedoman umum dalam pengembangan komponen program layanan bimbingan dan konseling di sekolah, maka proporsi layanan bimbingan dan konseling dalam Kurikulum 2013 diatur sebagai berikut.
BENTUK LAYANAN
SD
SMP
SMA/SMK
Layanan Dasar
35  – 45 %
25 – 35 %
15 – 25 %
Layanan Responsif
30 – 40 %
30- 40 %
25 – 35 %
Layanan Perencanaan Individual
15 – 10 %
15 – 25 %
25 – 35 %
Layanan Suportif  dan Kolaboratif
10 – 15 %
10 – 15 %
15 – 20 %
Dengan rasio Konselor: Peserta didik = 1:150 dan dengan beban tugas 24 jam/minggu maka perhitungan ekuwivalensi tugas konselor 24 jam dan 150 siswa perminggu adalah sebagai berikut.
BENTUK LAYANAN BIMBINGAN
PEMBAGIAN WAKTU PELAYANA DI SMA/SMK
Layanan Dasar
25 % X 24 Jp = 6 Jp Tatap Muka Kelas Terjadwal
Layanan Responsif
30 % X 24 Jp = 7 Jp, Bimbingan Kelompok dan Konseling Individual
Layanan Perencanaan Individual
30 % X 24 Jp = 7 Jp Bimbigan/ Konsultasi Perencanaan Akademik, Karir dan Pribadi
Layanan Suportif dan Kolaboratif
15 % X 24 Jp = 4 Jp Kolaborasi/Konsultasi dengan Orang Tua/Wali kelas
Sasaran kompetensi perkembangan atau kemandirian, dan kerangka program layanan bimbinga dan konseling sudah ada pada buku Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (2008). Untuk selanjutnya pedoman umum tersebut perlu dikembangkan lebih operasional berupa:
  1. Buku Pedoman Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar.
  2. Buku Pedoman Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Pertama.
  3. Buku Pedoman Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Atas.
  4. Buku Pedoman Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Kejuruan.