KOLABORASI KONSELOR, GURU DAN
ORANG TUA DALAM PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN SEBAGAI NILAI INTI KARAKTER
Pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan membantu
peserta didik dalam pengenalan diri, pengenalan lingkungan dan pengambilan
keputusan, serta memberikan arahan terhadap perkembangan peserta didik; tidak
hanya untuk peserta didik bermasalah tetapi menyangkut seluruh peserta didik.
Pelayanan bimbingan dan konseling tidak terbatas pada peserta didik
tertentu atau yang perlu ‘dipanggil’ saja”, melainkan untuk
seluruh peserta didik (Guidance and counseling for all).
Di dalam Permendiknas No. 23/2006 dirumuskan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus dicapai peserta didik melalui proses
pembelajaran bidang studi, maka kompetensi peserta didik yang harus
dikembangkan melalui pepelayanan bimbingan dan konseling adalah Standar
Kompetensi Kemandirian (SKK) untuk mewujudkan diri (self actualization)dan
pengembangan kapasitasnya (capacity development) yang dapat
mendukung pencapaian kompetensi lulusan. Sebaliknya, kesuksesan peserta didik
dalam mencapai SKL akan secara signifikan menunjang terwujudnya pengembangan
kemandirian. Dalam hal ini kerjasama antara konselor dengan guru merupakan suatu
keharusan. Persamaan, keunikan, dan keterkaitan wilayah pelayanan guru
dan konselor dalam konteks pencapaian standar kompetensi peserta didik
disajikan pada gambar 2.
PERKEMBANGAN
OPTIMUM PESERTA DIDIK:
BELAJAR, PRIBADI, SOSIAL DAN KARIR

Gambar 2. Kesamaan dan Keunikan Wilayah Kerja Konselor
dan Guru
Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan peserta didik
secara utuh dan optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus
dilaksanakan oleh guru, konselor, dan tenaga pendidik lainnya sebagai mitra
kerja, sementara itu masing-masing pihak tetap memiliki wilayah pelayanan
khusus dalam mendukung realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta didik.
Dalam hubungan fungsional kemitraan (kolaboratif) antara konselor dengan guru,
antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan (referal).
Masalah-masalah perkembangan peserta didik yang dihadapi guru pada saat
pembelajaran dirujuk kepada konselor untuk penanganannya, demikian pula masalah
yang ditangani konselor dirujuk kepada guru untuk menindaklanjutinya apabila
itu terkait dengan proses pembelajaran bidang studi. Masalah kesulitan belajar
peserta didik sesungguhnya akan lebih banyak bersumber dari proses pembelajaran
itu sendiri. Ini berarti bahwa di dalam pengembangan dan proses pembelajaran bermutu,
fungsi-fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian guru, dan
sebaliknya, fungsi-fungsi pembelajaran bidang studi perlu mendapat perhatian
konselor.
Perlu ditegaskan bahwa layanan bimbingan dan konseling
diperuntukan bagi semua (guidance and counseling for all) dan oleh karena
itu tidaklah tepat jika orientasinya hanya kepada pemecahan masalah, melainkan
mencakup orientasi pengembangan (developmental) dan pemeliharaan (maintanance)
secara menyeluruh. Layanan bimbingan dan konseling adalah upaya memfasilitasi
perkembangan individu (dalam aspek pribadi, sosial, pendidikan, karir) ke arah
kemandirian (dalam hal menetapkan pilihan, mengambil keputusan, dan tanggung
jawab atas pilihan dan keputusan sendiri) untuk meujudkan diri (self-realization)
dan pengembangan kapasitas (capacity development).
Prinsip bimbingan dan konseling untuk semua mengandung arti
bahwa target populasi layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan
formal termasuk para peserta didik yang berbakat dan berkebutuhan khusus
terutama yang memiliki kecakapan intelektual normal. Layanan bimbingan
dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus akan amat erat kaitannya dengan
kegiatan hidup sehari-hari (daily living activities) yang
tidak terisolasi dari konteks. Oleh karena itu layanan
bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus merupakan layanan
intervensi tidak langsung yang akan lebih terfokus pada upaya mengembangkan
lingkungan perkembangan (inreach maupunoutreach) bagi kepentingan
fasilitasi perkembangan peserta didik, yang akan melibatkan banyak pihak di
dalamnya terutama guru pendidikan khusus dan orang tua.
Demikian pula bimbingan dan konseling bagi anak
berbakat, tidak diperlakukan dan dipandang sebagai upaya yang
luar biasa, melainkan dilihat sebagai bagian dari upaya mewujudkan
tujuan pendidikan nasional, baik di tingkat satuan pendidikan maupun
individual. Oleh karena itu, pencapaian prestasi luar biasa misalnya prestasi
dalam olimpiade fisika, olimpiade matematika dan dalam berbagai mata pelajaran
lain, sejajar dengan keberbakatan bidang olah raga, misalnya
bulutangkis, tinju, catur, yang memang memerlukan takaran latihan di atas yang
diperlukan oleh peserta didik pada umumnya. Di bidang pendidikan pada umumnya,
sebagai hasil pendidikan nasional, diharapkan akan dihasilkan lulusan yang
memiliki karakter kuat yang dituntun keimanan, yang menghargai keragaman dalam
kehidupan berbangsa yang bhineka, akrab dan fasih iptek serta menguasai soft
skills, dan bugar scara fisik di samping memiliki kebiasaan hidup sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar