Senin, 25 November 2013

Kaitan Konseling Islam Dengan Ibadah






BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG MASALAH
Setiap umat islam pasti tidak lepas dengan ibadah. Namun, sebagian umat islam memahami bahwa ibadah merupakan dogma-dogma agama yang wajib dikerjakan. Sehingga tidak jarang mereka terkadang merasa terpaksa dalam melaksanakan ibadah. Islam mensyariatkan ibadah kepada pemeluknya sebenarnya merupakan nikmat dan rahmat Allah yang harus disyukuri dan nikmati.
Ibadah merupakan tujuan hidup yang memiliki pengaruh besar terhadap psikologis dan tingkah laku individu. Sedang konseling adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas tentang kaitan konseling dengan ibadah, Hakikat ibadah, Ibadah perspektif psikologi, dan pengaruh ibadah terhadap tingkah laku serta implementasi ibadah dalam konseling.
B.     TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pribadi mata kuliah Bimbingan dan Konseling Islam I. Selain itu juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi kita semua.










BAB II
PEMBAHASAN

KAITAN KONSELING ISLAM DENGAN IBADAH
A.     PENGERTIAN
1.      Pengertian Konseling Islam
Secara etimologis, kata konseling berasal dari kata “counsel” yang diambil dari bahasa Latin yaitu “counsilium”, artinya “bersama” atau “bicara bersama”. Pengertian “berbicara bersama-sama” dalam hal ini adalah pembicaraan konselor dengan seseorang atau beberapa klien (counselee).[1]
Secara terminologi ada beberapa pendapat para ahli:
a.       Abu Bakar Baraja
Abu Bakar Baraja mengemukakan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor terlatih dan seorang klien. Hubungan ini biasanya orang-perorang, meskipun seringkali para klien memahami dan memperjelas pandangan hidupnya, dan belajar mencapai tujuan yang ditentukan sendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna dan penyelesaian masalah-masalah emosional atau antarpribadi.[2]
b.      Dewa Ketut Sukardi
Dewa Ketut Sukardi mengemukakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada klien (counselee) dalam memecahkan masalah-masalah secara face to face, dengan cara yang sesuai dengan keadaan klien (counselee) yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidup.[3]
Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi dengan jalan mengadakan komunikasi langsung, mengemukakan dan memperhatikan dengan seksama isi pembicaraan, gerakan-gerakan isyarat, pandangan mata, dan gerakan-gerakan lain dengan maksud untuk mengingatkan kedua belah pihak yang terlibat di dalam interaksi itu.
Dengan demikian pengertian konseling secara luas adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara secara face to face oleh seorang ahli (konselor) kepada individu (klien) yang sedang mengalami sesuatu masalah atau hambatan dalam perkembangannya dengan tujuan agar individu tersebut dapat mencapai perkembangannya secara optimal.
Setelah menguraikan beberapa defenisi konseling menurut para ahli, maka penulis akan mengungkapkan defenisi konseling menurut para ahli ditinjau dari segi Islam atau yang disebut konseling Islam.
a.       Menurut Aunur Rahim Faqih
Aunur Rahim Faqih mengemukakan bahwa konseling islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[4]
b.      Menurut Muhammad Arifin
Muhammad Arifin mengemukakan bahwa konseling islam adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena timbul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagian hidup saat sekarang dan dimasa yang akan datang.
Dengan demikian, konseling islam adalah suatu usaha pemberian bantuan kepada seseorang (individu) yang mengalami kesulitan rohaniah baik mental dan spiritual agar yang bersangkutan mampu mengatasinya dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri melalui dorongan dari kekuatan iman dan ketakwaan kepada Allah SWT, atau dengan kata lain konseling islam ditujukan kepada seseorang yang mengalami kesulitan, baik kesuliatan lahiriah maupun batiniah yang menyangkut kehidupannya di masa kini dan masa datang agar tercapai kemampuan untuk memahami dirinya, kemampuan untuk mengarahkan dan merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya dengan tetap berpegang pada nilai-nilai islam.


2.      Pengertian Ibadah
Secara etimologi Ibadah berasal dari bahasa Arab,  yaitu berasal dari kata  عبد-يعبد- عبدا- عبادة   yang berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri dan hina. Sedangkan ibadah secara terminology ada beberapa pendapat para ulama[5]
a.       Menurut ulama tauhid dan hadis
Ibadah adalah mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan diri dan menundukan jiwa kepada-Nya.
b.      Menurut ulama tasauf
Ibadah adalah pekerjaan seorang mukallaf yang berlawanan dengan keinginan nafsunya untuk membesarkan Tuhannya.
c.       Menurut ahli fiqh
Ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.
d.      Menurut ulama akhlak
Ibadah adalah mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan menyelenggarakan segala syari’at (hukum). Akhlak dan segala tugas hidup yang diwajibkan kepada pribadi, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga maupun masyarakat termasuk ke dalam pengertian ibadah.
Menurut Yusuf al-Qardhawi pengertian kata ibadah menurut kalangan orang Arab adalah puncak ketundukan yang tertinggi yang timbul dari kesadaran hati sanubari dalam rangka mengagungkan yang disembah.[6]
Dari semua pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ibadah adalah nama yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahalanya.
Ditinjau dari segi ruang lingkup, ibadah dapat dibagi kepada dua macam, yaitu ibadah khashsah dan ibadah ‘ammah. Ibadah khashsah adalah ibadah yang ketentuan dan caranya pelaksanaannya secara khusus ditetapkan oleh nash, seperti shalat, zakat, puasa, haji dan lain sebagainya. Ibadah ‘ammah adalah semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat yang baik dan semata-mata karena Allah SWT (ikhlas), seperti makan minum, bekerja, amar ma’ruf nahi munkar, berlaku adil, berbuat baik kepada orang lain dan sebagainya.[7]
Jadi, ibadah dalam konseling termasuk ibadah ‘ammah. Konselor yang melakukan proses konseling dengan tujuan untuk membantu counselee, dan hal tersebut dilakukan karena Allah SWT dapat dikatakan ibadah.

B.     HAKIKAT IBADAH
Dalam syari’at islam ibadah mempunyai dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang paling dalam kepada Allah SWT. Unsur yang paling dalam adalah ketundukan, sedangkan kecintaan merupakan implementasi dari ibadah tersebut. Di samping itu, ibadah juga mengandung unsur kehinaan. Yaitu kehinaan yang paling rendah di hadapan Allah SWT. Pada mulanya ibadah merupakan hubungan, karena adanya hubungan hati dengan yang dicintai, menuangkan isi hati, kemudian tenggelam dan merasakan keasyikan, akhirnya sampai kepada puncak kecintaan Allah SWT.[8]
Hasbi Ash Shidqi mengemukakan hakekat ibadah yaitu , ketundukan jiwa yang timbul dari hati yang merasakan cinta terhadap Tuhan yang disembah dan merasakan kebenarannya, berkeyakinan bahwa bagi alam ini ada penguasanya yang tidak dapat diketahui akal hakikatnya. Di samping itu, hakikat ibadah dapat juga dikatakan memperhambakan dan menudukan jiwa kepada kekuasan yang gaib yang tidak dapa diselami dengan ilmu dan tidak pula dapat diketahui hakikatnya.[9]
Ibnu Katsir, seorang ahli tafsir mengatakan bahwa hakekat ibadah itu adalah himpunan dari semua rasa kecintaan, ketundukan dan ketakutan yang sempurna kepada Allah SWT.
Dari beberapa hakekat ibadah di atas dapat dipahami bahwa hakikat ibadah juga merupakan tujuan dan kebutuhan hidup yang semestinya dapat dinikmati.
Firman Allah SWT.[10]
……………………….
Artinya:
Dan tidaklah kami menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepadaKu (Q.S. Al- Zariyat: 56)
 Dengan demikian, hendaknya orang melakukan ibadah bukan berdasarkan keterpaksaan, melainkan berdasarkan kebutuhan dan keinginan untuk menikmati ibadah tersebut.
C.     IBADAH PERSFEKTIF PSIKOLOGI
Psikologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa yunani, yaitu “psyche” yang berarti roh, jiwa atau daya hidup dan “logos” yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Secara terminologi psikologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kejiwaan manusia.[11]
Dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menggambarkan tentang pengaruh ibadah terhadap jiwa seseorang.
Firman Allah SWT.[12]
……………………………….(Q.S. Al- Ra’d: 28)
Ibadah khashsah memiliki pengaruh besar terhadap jiwa seseorang. Ibadah tersebut misalnya shalat. Shalat sebagai salah satu rukun islam memiliki arti dan fungsi yang amat besar dalam perkembangan pribadi dan kesejahteraan jiwa manusia karena merupakan rahmat dan nikmat Allah yang tinggi kepada umat Muhammad SAW.[13]
Dalam islam shalat dipandang sebagai munajat (berdoa dalam hati dengan khusuk dan penuh kehadiran hati) kepada Allah. Orang yang shalat dalam melaksanakan munajat tidak merasakan sendiri, akan tetapi ia merasa seolah-olah berhadapan langsung dengan Allah serta merasa didengar dan diperhatikan munajatnya. Suasana shalat yang demikian dapat mendorong orang dalam mengungkapkan segala perasaan, keluhan dan permasalahan yang menekan hidupnya kepada Allah. Dengan suasana shalat yang demikian orang akan memperoleh kelegaan dan ketenangan batin (annafsul muthma’innah) karena ia telah mengungkapkan perasaan jiwanya yang menekan serta merasa diri dekat kepada Allah dan memperoleh ampunan dan ridha-Nya.[14]
Jadi, ibadah mempunyai pengaruh yang besar terhadap psikologis seseorang. Jika seseorang mendirikan ibadah berdasarkan kebutuhan dan keinginan untuk menikmati ibadah tersebut maka pengaruhnya adalah seseorang tersebut akan memiliki jiwa yang sehat.
D.     KAITAN IBADAH TERHADAP TINGKAH LAKU
Tingkah laku adalah amal lahiriah individu yang tegambar dalam bentuk perbuatan nyata. Pada tingkah laku ini kepribadian individu dapat diketahui, sekalipun kepribadian yang dimaksud mencakup lahir dan batin. Hukum fiqh memiliki kecenderungan melihat aspek lahir dari kepribadian manusia, sebab yang lahir itu mencerminkan yang batin. Sementara hukum tasauf lebih melihat pada aspek batiniahnya. Kepribadian islam yang ideal adalah mencakup lahir dan batin.[15]
Dalam al-Qur’an dan Hadits banyak dalil-dalil yang menggambarkan tentang pengaruh ibadah terhadap tingkahlaku. Di antaranya ayat yang mengemukakan bahwa shalat akan mencegah dari perbuatan keji dan munkar.
Firman Allah SWT.[16]
………………….(Q.S. Al- Ankabut: 45)
Dalam islam shalat dipandang sebagai nikmat dan rahmat Allah yang agung serta berfungsi sebagai mikrajnya orang islam. Dengan ibadah shalat kesadaran, jiwa, dan pribadi manusia meningkat ke tingkat kesadaran, jiwa dan kepribadian malaikat. Yang lebih penting lagi adalah dengan shalat orang dapat membina keyakinan jiwa, ketinggian akhlak, kedekatan diri kepada Allah, memperdalam rasa kebersamaan, serta menigkatnya ke arah hidup saleh dan mulia.[17]
E.     IMPLEMENTASI IBADAH DALAM KONSELING
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa ibadah menurut ruang lingkupnya terbagi dua. Yaitu, ibadah khashsah dan ibadah ‘ammah. Dalam hal ini, ibadah yang berhubung erat dengan konseling adalah ibadah ‘ammah. Ibadah ‘ammah adalah semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat yang baik semata-mata kerena Allah SWT.(ikhlas), seperti makan dan minum, bekerja, amal ma’ruf nahi mungkar, berlaku ‘adil, berbuat baik kepada orang lain dan lain sebagainya.
Sementara itu, konseling adalah suatu usaha pemberian bantuan kepada seseorang (individu) yang mengalami kesulitan rohaniah baik mental dan spiritual agar yang bersangkutan mampu mengatasinya dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri melalui dorongan dari kekuatan iman dan ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan demikian, nampaklah gambaran implementasi ibadah terhadap konseling.
Disamping itu ibadah juga mempunyai sifat psikoterapeutik bagi gangguan kesehatan mental, seperti ansietas, stress, dan depresi. Pelaksanaan dari proses terapeutik tersebut haruslah dilihat dari penghayatan dan pengalaman ajaran-ajaran agama Islam itu sendiri. Diantara contoh praktek ibadah yang membuat orang sembuh dari gangguan kesehatan mental, yakni shalat dan puasa.[18]
1.      Shalat sebagai terapi
Shalat merupakan ajaran inti dari ibadah Islam dan kebutuhan jiwa muslim tertinggi yang tidakdapat diabaikan dalam kehidupan dunia. Apabila ditinjau dari segi kesehatan mental maka shalat berfungsi dalam pengobatan (kuratif, terapi) dan pencegahan (Preventif, preserve) gangguan kejiwaan serta pembinaan kesejahteraan mental. Keadaan jiwa yang sehat dan damai berdampak positif dalam menyembuhkan gangguan kejiwaan dan ketegangan saraf.
Dengan masuk kedalam suasana jiwa yang rihat dan damai, jiwa yang gelisah dan saraf yang tegang dapat menjadi tenang dan tentram.
Firman Allah SWT.[19] 
Artinya :
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat suka mengeluh, Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, Dan apabila ia mendapat kebaikan ia menjadi kikir, Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,mereka yang tetap setia dalam shalatnya.”(Qs. Al- Ma’arij : 19-23)
2.      Puasa sebagai terapi
Puasa merupakan amalan batin (kejiwaan) yang disandarkan khusus kepada Allah SWT dan bersifat rahasia. Pada hakikatnya seorang itu berpuasa atau tidak, ia sendiri yang lebih mengetahui dari pada orang lain.
Apabila ditinjau dari segi ilmu kesehatan mental, maka ibadah puasa berfungsi dalam pengobatan (kuratif, terapi) dan pencegahan (Preventif, preserve) dan pembinaan kondisi kesehatan mental.diantara hikmah puasa ialah membina keikhlasan, keadilan, kejujuran,kebenaran dan pengendalian diri adalah prinsip dari kesehatan mentalyang menjadi tujuan dari perawatan kejiwaan.
Puasa merupakan ajang latihan dan wadah  pembinaan jiwa maka orang yang menderita dapat melatih dirinya dalam mengendalikan kebtuhan dan dorongan jiwanya, serta membina dirinya dengan sifat adil, ikhlas, jujur, benar, sabar, takwa dan syukur, dengan cara berpuasa.
Masih banyak lagi contoh praktek ibadah dalam konseling. Namun, dua contoh tersebut sudah cukup untuk menggambarkan implementasi ibadah dalam konseling.
           




















 
BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Ibadah adalah nama yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahalanya.
Konseling adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Ibadah dan konseling merupakan dua hal yang saling berkaitan satu dengan yang lain terutama dalam hubungannya dengan psikologis manusia. Konseling dapat dikatakan ibadah karena konseling merupakan wujud tolong menolong kepada sesama. Sebaliknya, ibadah dapat juga dikatakan sebagai konseling karena ibadah mempunyai pengaruh besar terhadap psiklogis dan tingkah laku individu. 

B.     KRITIK DAN SARAN
Indonesia merupakan negara yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Oleh karena itu, Seorang konselor dalam melakukan konseling hendaknya disertai dengan nilai-nilai ibadah. Baik dalam hal penyelesaian masalahnya maupun dalam proses konselingnya.
Dalam hal penyelesaian masalah, ibadah dijadikan sebagai solusi. Sedangkan dalam proses konseling, konseling dijadikan sebagai ibadah dan lahan untuk mencari investasi akhirat.








DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. 2010.  Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Pustaka Asslam
Al-Ghazali. 1980.  Ihya ‘Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Fikr
Al-Qardhawi, Yusuf. 1997.  Al-‘Ibadah fi al-Islam. Beirut: Muassasah al-Risalah
Ash Shiddiqi, Hasbi. Kuliah Ibadah. Jakarta: Bulan Bintang
Baraja, Abu Bakar. 2004. Psikologi Konseling dan Tekhnik Konseling. Jakarta: Studia Press
Faqih, Aunur Rahim. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Yogyakarta: UII Press
Hartati, Netty, dkk. 2005. Islam dan Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Jaya, Yahya. 1999. Psikoterapi Agama Islam. Padang: IAIN Press
Latipun. 2003. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press
Mujib, Abdul. 2006. Kepribadian Dalam Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Ritongga, A. Rahman. 1997. Fiqh Ibadah. Jakarta: Gaya Media Pratama
Sukardi, Dewa Ketut. 1993. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional











[1]Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2003), Hal. 4
[2]Abu Bakar Baraja, Psikologi Konseling dan Tekhnik Konseling, (Jakarta: Studia Press, 2004), Hal. 10

[3]Dewa Ketut Sukardi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), Hal. 105

[4]Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2001), Hal. 12
[5]Hasbi Ash Shiddiqi, Kuliah Ibadah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), Hal. 2-6

[6]Yusuf Al-Qardhawi, Al-‘Ibadah fi al-Islam, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1997), Hal. 29
[7]A. Rahman Ritongga, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), Hal. 10

[8]Ibid., Hal. 4

[9]Hashbi Ash Shiddiqi, Op. Cit., Hal. 8-9

[10]Departemen Agama RI,  Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Pustaka Asslam, 2010), Hal.  786

[11]Netty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), Hal. 1

[12]Departemen Agama RI, Op.Cit., Hal. 341

[13]Yahya Jaya, Psikoterapi Agama Islam, (Padang: IAIN Press, 1999), Hal. 88

[14]Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din,( Beirut: Dar al-Fikr, 1980), Hal. 68

[15]Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), Hal. 48

[16]Departemen Agama RI, Op.Cit., Hal. 566

[17]Yahya jaya, Op.Cit.,Hal. 89

[18] Yahya Jaya, Op.Cit., Hal. 87

[19] Departemen Agama RI, Op.Cit., Hal. 836

1 komentar: