BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
MASALAH
Setiap umat islam pasti tidak lepas dengan ibadah. Namun, sebagian
umat islam memahami bahwa ibadah merupakan dogma-dogma agama yang wajib
dikerjakan. Sehingga tidak jarang mereka terkadang merasa terpaksa dalam melaksanakan
ibadah. Islam mensyariatkan ibadah kepada pemeluknya sebenarnya merupakan
nikmat dan rahmat Allah yang harus disyukuri dan nikmati.
Ibadah merupakan tujuan hidup yang memiliki pengaruh besar terhadap
psikologis dan tingkah laku individu. Sedang konseling adalah proses pemberian bantuan terhadap
individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga
dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Oleh karena
itu, pada makalah ini akan dibahas tentang kaitan konseling dengan ibadah, Hakikat
ibadah, Ibadah perspektif psikologi, dan pengaruh ibadah terhadap tingkah laku
serta implementasi ibadah dalam konseling.
B.
TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pribadi
mata kuliah Bimbingan dan Konseling Islam I. Selain itu juga bertujuan untuk
menambah pengetahuan dan wawasan bagi kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN
KAITAN
KONSELING ISLAM DENGAN IBADAH
A.
PENGERTIAN
1.
Pengertian
Konseling Islam
Secara
etimologis, kata konseling berasal dari kata “counsel” yang diambil dari
bahasa Latin yaitu “counsilium”, artinya “bersama” atau “bicara
bersama”. Pengertian “berbicara bersama-sama” dalam hal ini adalah pembicaraan
konselor dengan seseorang atau beberapa klien (counselee).[1]
Secara
terminologi ada beberapa pendapat para ahli:
a.
Abu Bakar Baraja
Abu Bakar Baraja
mengemukakan bahwa konseling
merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor terlatih dan
seorang klien. Hubungan ini biasanya orang-perorang, meskipun seringkali para
klien memahami dan memperjelas pandangan hidupnya, dan belajar mencapai tujuan
yang ditentukan sendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna dan penyelesaian
masalah-masalah emosional atau antarpribadi.[2]
b.
Dewa Ketut Sukardi
Dewa Ketut
Sukardi mengemukakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan
kepada klien (counselee) dalam memecahkan masalah-masalah secara face
to face, dengan cara yang sesuai dengan keadaan klien (counselee)
yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidup.[3]
Konseling melibatkan dua orang yang saling
berinteraksi dengan jalan mengadakan komunikasi langsung, mengemukakan dan
memperhatikan dengan seksama isi pembicaraan, gerakan-gerakan isyarat,
pandangan mata, dan gerakan-gerakan lain dengan maksud untuk mengingatkan kedua
belah pihak yang terlibat di dalam interaksi itu.
Dengan
demikian pengertian konseling secara luas adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan melalui wawancara secara face to face oleh seorang ahli
(konselor) kepada individu (klien) yang sedang mengalami sesuatu masalah atau
hambatan dalam perkembangannya dengan tujuan agar individu tersebut dapat
mencapai perkembangannya secara optimal.
Setelah
menguraikan beberapa defenisi konseling menurut para ahli, maka penulis akan
mengungkapkan defenisi konseling menurut para ahli ditinjau dari segi Islam
atau yang disebut konseling Islam.
a.
Menurut Aunur Rahim Faqih
Aunur Rahim Faqih mengemukakan bahwa konseling
islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup
selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[4]
b.
Menurut
Muhammad Arifin
Muhammad
Arifin mengemukakan bahwa konseling islam adalah kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami
kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut
mampu mengatasinya sendiri karena timbul kesadaran atau penyerahan diri
terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga timbul pada diri pribadinya
suatu cahaya harapan kebahagian hidup saat sekarang dan dimasa yang akan
datang.
Dengan
demikian, konseling islam adalah suatu usaha pemberian bantuan kepada seseorang
(individu) yang mengalami kesulitan rohaniah baik mental dan spiritual agar
yang bersangkutan mampu mengatasinya dengan kemampuan yang ada pada dirinya
sendiri melalui dorongan dari kekuatan iman dan ketakwaan kepada Allah SWT, atau
dengan kata lain konseling islam ditujukan kepada seseorang yang mengalami
kesulitan, baik kesuliatan lahiriah maupun batiniah yang menyangkut
kehidupannya di masa kini dan masa datang agar tercapai kemampuan untuk
memahami dirinya, kemampuan untuk mengarahkan dan merealisasikan dirinya sesuai
dengan potensi yang dimilikinya dengan tetap berpegang pada nilai-nilai islam.
2.
Pengertian
Ibadah
Secara etimologi Ibadah berasal
dari bahasa Arab, yaitu berasal dari
kata عبد-يعبد- عبدا- عبادة yang berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri dan hina. Sedangkan ibadah secara
terminology ada beberapa pendapat para ulama[5]
a.
Menurut ulama tauhid dan hadis
Ibadah adalah mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta
menghinakan diri dan menundukan jiwa kepada-Nya.
b.
Menurut ulama tasauf
Ibadah adalah pekerjaan seorang mukallaf yang berlawanan dengan keinginan
nafsunya untuk membesarkan Tuhannya.
c.
Menurut ahli fiqh
Ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai
keridhaan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.
d.
Menurut
ulama akhlak
Ibadah adalah mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan
menyelenggarakan segala syari’at (hukum). Akhlak dan segala tugas hidup yang diwajibkan kepada pribadi, baik
yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga maupun masyarakat termasuk ke dalam
pengertian ibadah.
Menurut Yusuf al-Qardhawi
pengertian kata ibadah menurut kalangan orang Arab adalah puncak ketundukan yang tertinggi yang timbul dari kesadaran hati sanubari
dalam rangka mengagungkan yang disembah.[6]
Dari semua
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ibadah adalah nama yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan
diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik
terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan
mengharapkan pahalanya.
Ditinjau dari
segi ruang lingkup, ibadah dapat dibagi kepada dua macam, yaitu ibadah khashsah
dan ibadah ‘ammah. Ibadah khashsah adalah ibadah yang ketentuan dan caranya
pelaksanaannya secara khusus ditetapkan oleh nash, seperti shalat, zakat,
puasa, haji dan lain sebagainya. Ibadah ‘ammah adalah semua perbuatan baik yang
dilakukan dengan niat yang baik dan semata-mata karena Allah SWT (ikhlas),
seperti makan minum, bekerja, amar ma’ruf nahi munkar, berlaku adil,
berbuat baik kepada orang lain dan sebagainya.[7]
Jadi, ibadah
dalam konseling termasuk ibadah ‘ammah. Konselor yang melakukan proses
konseling dengan tujuan untuk membantu counselee, dan hal tersebut
dilakukan karena Allah SWT dapat dikatakan ibadah.
B.
HAKIKAT IBADAH
Dalam syari’at islam ibadah mempunyai dua unsur, yaitu ketundukan
dan kecintaan yang paling dalam kepada Allah SWT. Unsur yang
paling dalam adalah ketundukan, sedangkan kecintaan merupakan implementasi dari
ibadah tersebut. Di samping itu, ibadah juga mengandung unsur kehinaan. Yaitu
kehinaan yang paling rendah di hadapan Allah SWT. Pada mulanya ibadah merupakan
hubungan, karena adanya hubungan hati dengan yang dicintai, menuangkan isi
hati, kemudian tenggelam dan merasakan keasyikan, akhirnya sampai kepada puncak
kecintaan Allah SWT.[8]
Hasbi Ash Shidqi mengemukakan hakekat ibadah yaitu , ketundukan
jiwa yang timbul dari hati yang merasakan cinta terhadap Tuhan yang disembah
dan merasakan kebenarannya, berkeyakinan bahwa bagi alam ini ada penguasanya
yang tidak dapat diketahui akal hakikatnya. Di samping itu, hakikat ibadah
dapat juga dikatakan memperhambakan dan menudukan jiwa kepada kekuasan yang
gaib yang tidak dapa diselami dengan ilmu dan tidak pula dapat diketahui
hakikatnya.[9]
Ibnu Katsir, seorang ahli tafsir mengatakan bahwa hakekat ibadah
itu adalah himpunan dari semua rasa kecintaan, ketundukan dan ketakutan yang
sempurna kepada Allah SWT.
Dari beberapa hakekat ibadah di atas dapat dipahami bahwa hakikat
ibadah juga merupakan tujuan dan kebutuhan hidup yang semestinya dapat
dinikmati.
Firman
Allah SWT.[10]
……………………….
Artinya:
Dan tidaklah kami menciptakan jin dan manusia kecuali untuk
menyembah kepadaKu (Q.S. Al- Zariyat: 56)
Dengan demikian, hendaknya
orang melakukan ibadah bukan berdasarkan keterpaksaan, melainkan berdasarkan
kebutuhan dan keinginan untuk menikmati ibadah tersebut.
C.
IBADAH
PERSFEKTIF PSIKOLOGI
Psikologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa yunani,
yaitu “psyche” yang berarti roh, jiwa atau daya hidup dan “logos”
yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Secara
terminologi psikologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kejiwaan
manusia.[11]
Dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menggambarkan tentang
pengaruh ibadah terhadap jiwa seseorang.
Firman Allah SWT.[12]
……………………………….(Q.S. Al- Ra’d: 28)
Ibadah khashsah memiliki pengaruh besar terhadap jiwa seseorang.
Ibadah tersebut misalnya shalat. Shalat sebagai salah satu rukun islam memiliki
arti dan fungsi yang amat besar dalam perkembangan pribadi dan kesejahteraan
jiwa manusia karena merupakan rahmat dan nikmat Allah yang tinggi kepada umat
Muhammad SAW.[13]
Dalam islam shalat dipandang sebagai munajat (berdoa dalam hati
dengan khusuk dan penuh kehadiran hati) kepada Allah. Orang yang shalat dalam
melaksanakan munajat tidak merasakan sendiri, akan tetapi ia merasa seolah-olah
berhadapan langsung dengan Allah serta merasa didengar dan diperhatikan
munajatnya. Suasana shalat yang demikian dapat mendorong orang dalam
mengungkapkan segala perasaan, keluhan dan permasalahan yang menekan hidupnya
kepada Allah. Dengan suasana shalat yang demikian orang akan memperoleh
kelegaan dan ketenangan batin (annafsul muthma’innah) karena ia telah
mengungkapkan perasaan jiwanya yang menekan serta merasa diri dekat kepada
Allah dan memperoleh ampunan dan ridha-Nya.[14]
Jadi, ibadah mempunyai pengaruh yang besar terhadap psikologis
seseorang. Jika seseorang mendirikan ibadah berdasarkan kebutuhan dan keinginan
untuk menikmati ibadah tersebut maka pengaruhnya adalah seseorang tersebut akan
memiliki jiwa yang sehat.
D.
KAITAN IBADAH
TERHADAP TINGKAH LAKU
Tingkah laku adalah amal lahiriah individu yang tegambar dalam
bentuk perbuatan nyata. Pada tingkah laku ini kepribadian individu dapat
diketahui, sekalipun kepribadian yang dimaksud mencakup lahir dan batin. Hukum
fiqh memiliki kecenderungan melihat aspek lahir dari kepribadian manusia, sebab
yang lahir itu mencerminkan yang batin. Sementara hukum tasauf lebih melihat
pada aspek batiniahnya. Kepribadian islam yang ideal adalah mencakup lahir dan
batin.[15]
Dalam al-Qur’an dan Hadits banyak dalil-dalil yang menggambarkan
tentang pengaruh ibadah terhadap tingkahlaku. Di antaranya ayat yang
mengemukakan bahwa shalat akan mencegah dari perbuatan keji dan munkar.
Firman Allah SWT.[16]
………………….(Q.S. Al- Ankabut: 45)
Dalam islam shalat dipandang sebagai nikmat dan rahmat Allah yang
agung serta berfungsi sebagai mikrajnya orang islam. Dengan ibadah shalat
kesadaran, jiwa, dan pribadi manusia meningkat ke tingkat kesadaran, jiwa dan
kepribadian malaikat. Yang lebih penting lagi adalah dengan shalat orang dapat
membina keyakinan jiwa, ketinggian akhlak, kedekatan diri kepada Allah,
memperdalam rasa kebersamaan, serta menigkatnya ke arah hidup saleh dan mulia.[17]
E.
IMPLEMENTASI
IBADAH DALAM KONSELING
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa ibadah menurut ruang
lingkupnya terbagi dua. Yaitu, ibadah khashsah dan ibadah ‘ammah. Dalam hal
ini, ibadah yang berhubung erat dengan konseling adalah ibadah ‘ammah. Ibadah
‘ammah adalah semua perbuatan baik yang dilakukan dengan
niat yang baik semata-mata kerena Allah SWT.(ikhlas), seperti makan dan minum, bekerja, amal ma’ruf nahi mungkar,
berlaku ‘adil, berbuat baik kepada orang lain dan lain sebagainya.
Sementara itu, konseling adalah suatu
usaha pemberian bantuan kepada seseorang (individu) yang mengalami kesulitan
rohaniah baik mental dan spiritual agar yang bersangkutan mampu mengatasinya
dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri melalui dorongan dari kekuatan
iman dan ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan demikian, nampaklah gambaran
implementasi ibadah terhadap konseling.
Disamping itu ibadah juga mempunyai sifat
psikoterapeutik bagi gangguan kesehatan mental, seperti ansietas, stress, dan
depresi. Pelaksanaan dari proses terapeutik tersebut haruslah dilihat dari
penghayatan dan pengalaman ajaran-ajaran agama Islam itu sendiri. Diantara
contoh praktek ibadah yang membuat orang sembuh dari gangguan kesehatan mental,
yakni shalat dan puasa.[18]
1.
Shalat sebagai terapi
Shalat merupakan ajaran inti dari ibadah Islam dan kebutuhan jiwa muslim
tertinggi yang tidakdapat diabaikan dalam kehidupan dunia. Apabila ditinjau
dari segi kesehatan mental maka shalat berfungsi dalam pengobatan (kuratif,
terapi) dan pencegahan (Preventif, preserve) gangguan kejiwaan serta pembinaan kesejahteraan mental. Keadaan jiwa yang sehat dan
damai berdampak positif dalam menyembuhkan gangguan kejiwaan dan ketegangan
saraf.
Dengan masuk kedalam suasana jiwa yang rihat dan damai, jiwa yang gelisah
dan saraf yang tegang dapat menjadi tenang dan tentram.
Firman Allah SWT.[19]
Artinya :
“Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat suka mengeluh, Apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh kesah, Dan apabila ia mendapat kebaikan ia menjadi kikir, Kecuali
orang-orang yang mengerjakan shalat,mereka yang tetap setia dalam shalatnya.”(Qs. Al- Ma’arij : 19-23)
2.
Puasa sebagai terapi
Puasa merupakan amalan batin (kejiwaan) yang disandarkan khusus kepada
Allah SWT dan bersifat rahasia. Pada hakikatnya seorang itu berpuasa atau tidak, ia sendiri yang lebih mengetahui dari pada orang lain.
Apabila ditinjau dari segi ilmu kesehatan mental, maka ibadah puasa
berfungsi dalam pengobatan (kuratif, terapi) dan pencegahan (Preventif,
preserve) dan pembinaan kondisi kesehatan mental.diantara hikmah puasa ialah
membina keikhlasan, keadilan, kejujuran,kebenaran dan pengendalian diri adalah
prinsip dari kesehatan mentalyang menjadi tujuan dari perawatan kejiwaan.
Puasa merupakan ajang latihan dan wadah
pembinaan jiwa maka orang yang menderita dapat melatih dirinya dalam
mengendalikan kebtuhan dan dorongan jiwanya, serta membina dirinya dengan sifat
adil, ikhlas, jujur, benar, sabar, takwa dan syukur, dengan cara berpuasa.
Masih banyak lagi
contoh praktek ibadah dalam konseling. Namun, dua contoh tersebut sudah cukup
untuk menggambarkan implementasi ibadah dalam konseling.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ibadah adalah nama yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan
diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik
terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan
mengharapkan pahalanya.
Konseling adalah proses pemberian bantuan
terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah,
sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Ibadah dan konseling merupakan dua hal yang
saling berkaitan satu dengan yang lain terutama dalam hubungannya dengan
psikologis manusia. Konseling dapat dikatakan ibadah karena konseling merupakan
wujud tolong menolong kepada sesama. Sebaliknya, ibadah dapat juga dikatakan
sebagai konseling karena ibadah mempunyai pengaruh besar terhadap psiklogis dan
tingkah laku individu.
B.
KRITIK DAN
SARAN
Indonesia
merupakan negara yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Oleh karena itu, Seorang
konselor dalam melakukan konseling hendaknya disertai dengan nilai-nilai
ibadah. Baik dalam hal penyelesaian masalahnya maupun dalam proses
konselingnya.
Dalam hal
penyelesaian masalah, ibadah dijadikan sebagai solusi. Sedangkan dalam proses
konseling, konseling dijadikan sebagai ibadah dan lahan untuk mencari investasi
akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. 2010. Al-Qur’an
dan Terjemahannya. Jakarta: Pustaka Asslam
Al-Ghazali. 1980. Ihya
‘Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Fikr
Al-Qardhawi,
Yusuf. 1997. Al-‘Ibadah fi al-Islam. Beirut: Muassasah al-Risalah
Ash Shiddiqi,
Hasbi. Kuliah Ibadah. Jakarta: Bulan
Bintang
Baraja, Abu Bakar. 2004. Psikologi Konseling dan
Tekhnik Konseling. Jakarta: Studia Press
Faqih, Aunur Rahim. Bimbingan dan Konseling
dalam Islam. Yogyakarta: UII Press
Hartati, Netty,
dkk. 2005. Islam dan Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Jaya, Yahya. 1999. Psikoterapi Agama Islam. Padang: IAIN
Press
Latipun. 2003. Psikologi
Konseling. Malang: UMM Press
Mujib, Abdul. 2006. Kepribadian Dalam Psikologi Islam. Jakarta:
Raja Grafindo Persada
Ritongga, A. Rahman. 1997. Fiqh
Ibadah. Jakarta: Gaya Media Pratama
Sukardi,
Dewa Ketut. 1993. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Surabaya:
Usaha Nasional
[1]Latipun, Psikologi Konseling, (Malang:
UMM Press, 2003), Hal. 4
[2]Abu Bakar Baraja, Psikologi Konseling dan
Tekhnik Konseling, (Jakarta: Studia Press, 2004), Hal. 10
[3]Dewa Ketut Sukardi, Dasar-dasar Bimbingan
dan Penyuluhan di Sekolah, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), Hal. 105
[4]Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling
dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2001), Hal. 12
[5]Hasbi Ash
Shiddiqi, Kuliah Ibadah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), Hal.
2-6
[6]Yusuf
Al-Qardhawi, Al-‘Ibadah fi al-Islam, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1997),
Hal. 29
[7]A. Rahman
Ritongga, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997),
Hal. 10
[9]Hashbi Ash
Shiddiqi, Op. Cit., Hal. 8-9
[10]Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahannya, (Jakarta: Pustaka Asslam, 2010), Hal. 786
[11]Netty Hartati,
dkk., Islam dan Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), Hal.
1
[12]Departemen
Agama RI, Op.Cit., Hal. 341
[13]Yahya Jaya, Psikoterapi
Agama Islam, (Padang: IAIN Press, 1999), Hal. 88
[14]Al-Ghazali, Ihya
‘Ulum al-Din,( Beirut: Dar al-Fikr, 1980), Hal. 68
[15]Abdul Mujib, Kepribadian
Dalam Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), Hal. 48
[16]Departemen
Agama RI, Op.Cit., Hal. 566
[17]Yahya jaya, Op.Cit.,Hal.
89
[19] Departemen
Agama RI, Op.Cit., Hal. 836
terima kasiiiih sob
BalasHapus