Senin, 25 November 2013

Makalah Ushul Fiqh Tentang Sumber Hukum Islam


BAB II
PEMBAHASAN
SUMBER HUKUM AL-QURAN
A.    Pengertian Al-Quran
Secara etimologi, kata Al-Qur’an merupakan bentuk masdar dari قرأ,يقرأ,قراءة,وقرانا yang berarti bacaan, berbicara tentang apa yang tertulis padanya atau melihat dan menelaah [1]
Secara terminologi pengertian Al-Quran ada  beberapa pendapat :
1.      Abdul Wahhab Khalaf [2]
كلام الله الذي نزل به الروح الامين على قلب الرسول الله محمد ابن عبدالله بالفاظه العربية ومعانيه الحقه ليكون حجة للرسول على انه رسول الله ودستورا للناس يهدون بهداه وقربة يتعبدون بتلاوته وهو المدون بين دفتي المصحف المبدوء بسورة الناس المنقول محفوظا من اى تغيير او تبديل مصداق قول الله سبحانه  فيه انا نحن نزلنا الذكر واناله لحافظون.
Kalam Allah yang diturunkan-Nya dengan perantaraan malaikat jibril kedalam hati Rasulullah Muhammad ibn Abdullah dengan bahasa Arab dan makna-maknanya benar supaya menjadi bukti bagi Rasul tentang kebenarannya sebagai rasul, menjadi aturan bagi manusia yang menjadikannya sebagai petunjuk, dipandang beribadah membacanya dan ia dibukukan di antara dua kulit mushaf, diawali dengan surat al-Fatihah dab diakhiri dengan surat al-Nas, disampaikan kepada kita secara  mutawatir baik secara tertulis maupun hapalandari generasi ke generasi dan terpelihara dari segala perubahan dan penggantian, sejalan dengan kebenaran jaminan Allah swt. dalam surat al-Hijr ayat 9: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran dan sungguh  kami benar-benar memliharanya.

2.      Menurut Ulama Ushul Fiqh
كلام الله تعالى المنزل على محمد صلى الله عليه وسلم بللفط العربي المنقول الينا بالتواتر, المكتوب بالمصاحف, المتعبد بتلاوته, المبدوء بالفاتحة والمختوم بسورة الناس.
Kalam Allah mengandung mukjizat dan diturunkan kepada Rasulullah Muhammad saw., dalam bahasa Arab yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, teradapat dalam mushaf, dimulai dari surat al-Fatihah dan ditutu dengan surat al-Nas. [3]
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa al-Quran mempunyai beberapa ciri khas, sebagi berikut :
1.      Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad saw. Apabila bukan kalam Allah dan tidak diturunkan kepada Muhammad saw., maka tidak dinamakan al-Qur’an, seperti Zabur, Taurat dan Injil. Ketiga kitab yang disebutkan terakhir ini adalah kalam Allah, tetapi tidak diturunkan kepada  Muhammad saw sehingga tidak dinamakan al-Qur’an [4]
2.      Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. [5]  Hal ini ditunjukan oleh beberapa ayat al-Qur’an, seperti dalam surat : al-Syu’ara’ :192-195;Yusuf : 2; an-Nahl:103; dan Ibrahim : 4. Oleh sebab itu, penafsiran al-Qur’an dan terjemahan al-Qur’an tidak dinamakan al-Qur’an, tidak bernilai ibadah membacanya seperti nilai membaca al-Qur’an dan tidak sah shalat jika dengan membaca tafsir atau terjemahan al-Qur’an.
3.      Al-Qur’an itu dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawatir (dituturkan oleh orang banyak kepada orang banyak sampai sekarang, dan mereka itu tidak mungkin sepakat untuk berdusta), tanpa perubahan dan penggantian satu kata pun. Berbeda dengan kitab-kiab samawi (yang datang dari Allah) lain yang ditujukan kepada para Rasul sebelum Muhammad saw., sifatnya tidak mutawatir dan tidak dijamin keasliannya. Sedangkan al-Qur’an terpelihara kemurnianya, sebagaimana firman Allah surat al-Hijr: 9
 $¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ  
Artinya:Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
Oleh sebab itu, apabila tidak bersifat mutawatir, seperti القراءة الشاذة (bacaan yang cacat) tidak dinamakan al-Qur’an. Para ushul fiqh memberikan syarat-syarat untuk beberapa qira’ah yang ada pada awal islam, agar qira’ah dianggap sebagai al-Qur’an. Syarat- syarat qira’ah itu adalah: [6]
a.       Diriwayat dari Rasulullah saw. secara mutawatir.
b.      Qira’at itu sejalan dengan struktur bahasa al-Qur’an yang ditentukan Rasululah saw.
c.       Qira’at itu sejalan dengan ketentuan bahasa Arab yang shahih.
4.      Membaca setiap kata al-Qur’an itu mendapat pahala dari Allah swt, baik bacaan itu berasal dari hapalan sendiri maupun dibaca langsung dari mushaf al-Qur’an. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda:
من قرأ حرفا من كتاب الله فله به حسنة و والحسنة بعشر امثالها لا اقول "الم" حرف ولكن الف حرف ولام حرف وميم حرف.

“siapa yang membaca satu huruf dari al-Qur’an, maka ia mendapat satu kebaikan, satu kebaikan bernilai sepuluh kali. Saya tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf ” (H.R al-Tarmizi dan al-hakim dari ‘Abdullah ibn Mas’ud)

Sisi ini pun membuat perbedaan antara al-Qur’an dengan hadis (termasuk hadis qudsi), Karena membaca hadis tidak dinilai sebagaimana penilaian terhadap membaca al-Quran.
5.      Ciri terakhir dari al-Qur’an adalah bahwa al-Qur’an dimulai dari al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas.Tata urutan surat yang terdapat dalam al-Qur’an disusun sesuai dengan petunjuk Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw., tidak boleh diubah dan diganti letaknya. Dengan demikian, doa-doa yang biasanya ditambahkan di akhir al-Qur’an, tidak termasuk al-Qur’an. [7]

B.     Kedudukan Al-Qur’an
Para ulama ushul fiqh dan lainnya sepakat menyatakan bahwa al-Qur’an merupakan sumber utama hukum Islam yang diturunkan Allah dan wajib diamalkan, dan seorang mujtahid tidak dibenarkan menjadikan dalil lain sebagai hujjah sebelum membahas dan meneliti ayat-ayat al-Qur’an . apabila hukum permasalahan yang ia cari tidak ditemukan di dalam al-Qur’an, maka barulah mujtahid tersebut menggunakan dalil lain.
Penerimaan ulama dan semua umat islam   menjadikan al-Qur’an sebagai sumber pertama dilatar belakangi sejumlah alas an, di antaranya:
1.      Keberadaan al-Qur’an yang diakui secara mutawatir berasal dari Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, melalui perantaraan malaikat jibril. Hal ini menimbulkan keyakinan kuat kepada umat akan kebenaran al-Qur’an sebagai petunjuk yang diturunkan Allah kepada manusia sehingga pantas dijadikan sebagai sumber syariat Islam.
2.      Informasi al-Qur’an sendiri bahwa ia berasal dari Allah swt, di antaranya surat al-Nisa’:105

!$¯RÎ) !$uZø9tRr& y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ zNä3óstGÏ9 tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# !$oÿÏ3 y71ur& ª!$# 4 Ÿwur `ä3s?    tûüÏZͬ!$yù=Ïj9 $VJÅÁyz ÇÊÉÎÈ  
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat.

3.      Kemukjizatan al-Qur’an sebagai bukti bahwa ia bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari Allah.
Mukjizat berarti Sesutu yang dapat melemahkan, sehingga orang lain tidak dapat membuat yang melebihi. Al-Quran adalah mukjizat Nabi Muhammad sebagai bukti kerasulannya yang diutus untuk menyampaikan risalah kepada umat manusia. Bukti kemukjizatan al-Quran dapat dilihat dari ketidakmampuan bangsa Arab dan manusia secara keseluruhan membuat tandingan semisal al-Quran meskipun satu ayat saja. Tantangan ini tidak dapat dijawab bangsa Arab yang terkenal memiliki sastra yang tinggi, meskipun mereka mempunyai kesempatan untuk menmjawab itu.
Unsur-unsur yang membuat al-Qur’an itu menjadi mukjizat yang tidak mampu ditandingi manusia, di antaranya:
a.       Dari segi keindahan dan ketelitian redaksinya, umpamanya berupa keseimbangan jumlah bilangan kata dengan lawannya. Di antaranya seperti : al-hayah (hidup) dan al-maut (mati) sama-sama berjumlah 145 kali. Al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) sama-sama terulang dalam al-Qur’an sebanyak 17 kali.
b.      Dari segi pemberitaan-pemberitaan gaib yang dipaparkan al-Qur’an. Seperti dalam surat Yunus: 92 dikatakan bahwa “badan Fir’aun akan diselamatkan tuhan sebagai pelajaran bagi generasi-generasi berikutnya.” Ternyata pada tahun 1989 ditemukan mummi yang menurut arkeolog adalah Fir’aun yang mengejar-ngejar Nabi Musa.
c.       Isyarat-isyarat ilmiah yang dikandung al-Qur’an, seperti dalam surat Yunus : 5 “cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri, sedangkan cahaya bulan adalah pantulan (dari cahaya matahari).” [8]

C.    Dalalah Al-Qur’an Terhadap Hukum
Semua umat Islam mengakui bahwa al-Qur’an diturunkan secara mutawatir, sehingga dari sisi ini al-Qur’an disebut qath’i al-tsubut. Namun, dari sisi dalalah al-Qur’an tentang hukum tidak semuanya bersifat qath’i, tetapi ada yang bersifat zanni.
1.      Ayat-ayat yang bersifat qath’i dalalah
Cukup banyak ayat-ayat qath’i dalam al-Qur’an. Pengertian qath’i ini pula yang banyak diuraikan dalam kitab-kitab ushul fiqh, seperti yang dijelaskan Wahbah al-Zuhaily berikut :
فلنص القطعى الدلالة هو اللفظ الوارد فى القران الذي يتعين فهمه ولا يحتمل الا معنى واحدا.
Nash qath’i dalalah ialah lafal yang terdapat di dalam al-Qur’an yang dapat dipahami dengan jelas dan mengandung makna tunggal. [9]

Defenisi qath’i ini menggambarkan suatu ayat disebut qath’i manakala dari lafal ayat tersebut hanya dapat dipahami makna tunggal sehingga tidak mungkin dipahami darinya makna lain selain yang ditunjukan lafal itu. Dalam hal ini tentunya takwil tidak berlaku.
Di antara ayat-ayat al-Qur’an yang termasuk dalam kategori qath’i dalalah ialah ayat-ayat tentang ushul al-Syariah yang merupakan ajaran pokok agama Islam. Seperti shalat, zakat, dan haji. Perintah menegakkan yang ma’rub dan mencegah yang munkar , menegakkan keadilan dan kewajiban mensucikan diri dari hadas. Di samping itu juga termasuk ayat-ayat yang berbicara tentang akidah, akhlak dan sebagian masalah muammalat.
2.      Ayat-ayat yang bersifat zanni dalalah
Ayat-ayat zanni dalalah merupakan lapangan  ijtihad. Ini di pahami dari definisi zanni dalalah sebagai dirumuskan Abd Wahhab Khallaf [10]
النص الظنى الدلالة فهو مادل على معنى ولكن يحتمل ان يوول و يصرف عن هذا المعنى   ويراد منه معنى غيره.
Nash zanni dalalah ialah suatu lafaz yang menunjukan suatu makna, tetapi makna itu mengandung kebolehjadian sehingga dapat ditakwil dan dipalingkan dari makna itu kepada makna yang lain.

Dari definisi ini dipahami suatu ayat zanni mengandung lebih dari satu pengertian sehingga memungkinkan untuk ditakwil, seperti firman Allah surat al-Baqarah : 228
 àM»s)¯=sÜßJø9$#ur šÆóÁ­/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO &äÿrãè% 4  
Artinya:  wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'
Kata quru’  dalam ayat ini merupakan lafal Musytarak yang mengandung dua makna, yaitu suci dan haid. Karenanya, apabila quru’ diartikan dengan suci sebagaiman yang dipahami ulama Syafi’iyyah logis dan benar karena sesuai dengan makna bahasanya. Implikasinya, wanita yang ditalak suaminya memiliki masa iddah selama  tiga kali suci. Sementara, jika kata quru’ diartikan sebagai haid seperti yang dipaham oleh ulama Hanafiyyah adalah benar dan tepat. Ini berimplikasi dalam menetapkan masa menunggu bagi wanita yang ditalak suaminya, yaitu tiga kali suci.
Dari penjelasan ini diketahui ayat-ayat musytarak termasuk ayat-ayat zanni dalalah. Begitu pula dengan lafal aam dan mutlak juga termasuk ayat-ayat zanni yang dapat ditakwil dan menjadi lapangan  ijtihad bagi para ulama.

D.    Penjelasan Al-Qur’an Terhadap Hukum
Para ulama ushul fiqh  menetapkan al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam yang telah menjelaskan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya dengan cara :[11]
1.      Penjelasan rinci (Juz’i)  terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya, seperti yang berkaitan dengan masalah’aqidah, hukum waris, hukum-hukum yang terkait dengan masalah pidana hudud, dan kaffarat. Hukum-hukum yang rinci ini, menurut ushul fiqh disebut sebagai huku ta’abbudi yang tidak bias dimasuki oleh logika.
2.      Penjelasan al-Qur’an terhadap sebagian besar hukum-hukum yang bersifat global (kulli), umum, dan mutlak seperti dalam masalah shalat yang tidak dirinci berapa kali dalam sehari dikerjakan, berapa rakaat untuk satu kali shalat, apa rukun dan syaratnya. Demikian juga dalam masalah zakat, tidak dijelaskan secara rinci benda-benda yang wajib dizakatkan, berapa nishab zakat, dan berapa zakat yang harus dizakatkan. Untuk hukum-hukum yang bersifat global, umum dan mutlak ini, Rasulullah saw., melalui sunnahnya bertugas menjelaskan, mengkhususkan dan membatasinya.  Hal inilah yang diungkapkan al-Qur’an dalam surat al-Nahal: 44
 ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ̍ç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ  
Artinya: keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,

 Hikmah yang terkandung dalam hal terbatasnya hukum-hukum rinci yang diturunkan Allah melalui al-Qur’an, menurut para ahli ushul fiqh adalah agar hukum-hukum global dan umum tersebut dapat mengakomodasi perkembangan dan kemajuan umat manusia di tempat dan zaman yang berbeda, sehingga kemaslahatan umat manusia senantiasa terayomi oleh al-Qur’an.















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Pengertian al-Qur’an
Pengertian al-Qur’an secara bahasa adalah bacaan. Al-Quran secara terminology mempunyai cirri khas :
a.       Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
b.      Berbahasa Arab.
c.       Diriwayatkan secara mutawatir.
d.      Mendapat pahala bagi yang membacanya.
e.       Dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri surat al-Nas.
2.      Kedudukan al-Qur’an
Para ulama ushul fiqh dan lainnya sepakat menyatakan bahwa al-Qur’an merupakan sumber utama hukum Islam yang diturunkan Allah dan wajib diamalkan.
3.      Dalalah al-Qur’an terhadap hukum
a.       Qath’i dalalah yaitu lafal yang terdapat di dalam al-Qur’an yang dapat dipahami dengan jelas dan mengandung makna tunggal.
b.      Zanni dalalah yaitu suatu lafaz yang menunjukan suatu makna, tetapi makna itu mengandung kebolehjadian sehingga dapat ditakwil dan dipalingkan dari makna itu kepada makna yang lain.
4.      Penjelasan al-Qur’an terhadap hukum
a.       Penjelasan secara rinci (juz’i)
b.      Pencelasan secara global (kulli), umum dan mutlak.

B.     Kritik dan Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, dengan harapan kami akan menjadi manusia yang lebih baik dimasa dating.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Zuhaili, Wahbah.2001. Ushul al-Fiqh al-Islami. Beurut : Dar al-Fikr
Depertemen Agama RI.2005. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: PT Syamil Cipta Media
Firdaus. 2004. Ushul Fiqh. Jakarta : Zikrul Hakim
Haroen, Nasrun. 2001. Ushul Fiqh 1. Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu
Khallaf, Abdul wahhab. 1078. Ilmu Ushul al-Fiqh. Kuwait: Dar al-Qolam. 1978
Shihab, Quraish.1992. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan
Yunus, Mahmud.1989. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT Hilda Karya Agung
Zaidan, Abdul Karim. al-Wajiz fi Ushul Fiqh, Baghdad





[1] Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT Hilda Karya Agung, 1989, hlm. 335
[2] Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Kuwait: Dar al-Qolam,1978, hlm. 23
[3] Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, hlm. 20
[4] M.Quraish Shihab, Membumikan al-Quran: Fungsi dan  Peran Wahyu dalam Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992, hlm.101
[5] Abdul Karim Zaidan, al-Wajiz fi Ushul Fiqh, Baghdad : …,…,hlm. 156
[6] Nasrun Haroen, op.cit.,hlm. 22
[7] Ibid., hlm.23
[8] M.Quraish Shihab, op.cit.
[9] Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, Beirut: Dar al-Fikr,2001, hlm.441
[10] Khallaf, op,cit., hlm. 35
[11] Nasrun Haroen, op.cit.,hlm. 30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar