BAB
II
PEMBAHASAN
ZAKAT
PROFESI
A.
Pengertian Zakat Profesi
Zakat profesi adalah buah hasil kerja menguras
otak dan keringat yang dilakukan setiap
orang contoh dari pendapatan profesi adalah gaji, upah, insentif atau nama
lainnya yang disesuaikan dengan jenis profesi yang dikerjakan baik itu
pekerjaan yang diandalkan kemampuan
fisik lainnya dan bahkan kedua-duanya
Zakat profesi adalah zakat dari penghasilan profesi
bila telah mencapai nisab, profesi
dimaksud mencakup sebagai pegawai negeri.
Zakat
profesi adalah seluruh pendapatan yang dihasilkan seseorang yang biasanya dalam
bentuk gaji, upah honorarium, dan nama lainnya yang sejenis sepanjang
pendapatan tersebut tidak merupakan suatu pengembalian dari harta, investasi
atau modal pendapatan yang dihasilkan dari kerja profesi tertentu (dokter,
pengacara) masuk dalam ruang lingkup zakat ini sepanjang unsur kerja mempunyai
peranan yang paling mendasar dalam
menghasilkan pendapatan tersebut.
Pendapatan
yang termasuk dalam kategori zakat profesi adalah:
1. Gaji, upah
honorarium dan nama lainnya aktif (income) dari pendapatan tetap yang mempunyai
kesamaan substansi yang dihasilkan oleh orang dari sebuah unit perekonomian
swasta ataupun milik pemerintah dalam sebuah negara Islam terminologi
pendapatan ini disebut sebagai al ‘Utiyat (pemberian).
2. Pendapatan
dari hasil kerja profesi tertentu(pasif
income) seperti dokter, akuntan dan lain sebagainya termasuk pendapatan ini
dikenal dalam negara Islam sebagai Almal mustafaad (pendapatan tidak tetap)[1]
B.
Dasar Hukum Zakat Profesi
Dasar hukum lainnya, adalah qias atau menyamakan zakat
profesi dengan zakat lain seperti hasil pertanian maupun zakat emas dan perak.
Ketika hasil pertanian telah mencapai nisab 5 wasaq (750 kg beras) maka
zakatnya sebesar 5 atau 10 persen. Jika hasil pertanian saja sudah wajib zakat,
mestinya profesi yang memberikan pendapatan melebihi pendapatan petani wajib
pula dikeluarkan zakatnya. Bagaimana dengan nisab zakat profesi? Mengingat
zakat profesi ini tergolong baru, maka nisabnya dikembalikan kepada nisab jenis
zakat lainnya yang telah berketentuan hukum.
Penghasilan profesi wajib dikeluarkan zakatnya
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 267
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا
لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ
بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ[2]
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
dari padanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.
Paling tidak ada keduanya sebagai dasar perhitungan
nisab tersebut. Pertama, disamakan dengan zakat emas dan perak, yaitu 93,6 gram
emas dan dikeluarkan sebanyak 25%. Sedangkan kemungkinan kedua, disamakan
dengan zakat hasil pertanian, yaitu 5 wasq (sekitar 750 kg beras).[3]
C.
Zakat profesi dalam pandangan Islam
Zakat merupakan salah satu pilar dari pilar Islam yang
lima, Allah SWT. Telah mewajibkan bagi setiap muslim untuk mengeluarkannya sebagai
penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki harta sampai nishab
(batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas kepemilikan harta tersebut
masa haul (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga, atau telah tiba saat
memanen hasil pertanian). Banyak sekali dalil-dalil baik dari al-Qur’an maupun
as-sunnah sahihah yang menjelaskan tentang keutamaan zakat, infaq dan shadaqah.
Zakat profesi merupakan salah satu kasus baru dalam fiqh (hukum Islam).
Al-Qur’an dan al-Sunnah, tidak memuat aturan hukum yang tegas mengenai zakat
profesi ini. Begitu juga ulama mujtahid seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i,
dan Ahmad ibn Hanbal tidak pula memuat dalam kitab-kitab mereka mengenai zakat
profesi ini. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya jenis-jenis usaha atau
pekerjaan masyarakat pada masa Nabi dan imam mujtahid. Sedangkan hukum Islam
itu sendiri adalah refleksi dari peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi ketika
hukum itu ditetapkan
D.
Nisab Zakat Profesi dan
Cara Perhitungannya.
Nisab merupakan batas minimal atau jumlah minimal
harta yang dikenai kewajiban zakat. Karena zakat profesi ini tergolong baru,
nisabnya pun mesti dikembalikan (dikiaskan) kepada nishab zakat-zakat yang
lain, yang sudah ada ketentuan hukumnya. Ada dua kemungkinan yang dapat dikemukakan
untuk ukuran nishab zakat profesi ini
1. Disamakan dengan nishab zakat emas dan perak, yaitu dengan
mengkiaskannya kepada emas dan perak sebagai standar nilai uang yang wajib
dikeluarkan zakatnya, yakni 20 dinar atau 93,6 gram emas. Berdasarkan Hadis Riwayat
Daud: ( Tidak ada suatu kewajiban bagimu-dari emas (yang engkau miliki)hingga
mencapai jumlah 20 dinar).
2. Disamakan dengan zakat hasil pertanian yaitu 5 wasq ( sekitar 750 kg
beras). Zakatnya dikeluarkan pada saat diterimanya penghasilan dari profesi
tersebut sejumlah 5 atau 10 %,sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Karena
profesi itu sendiri bermacam-macam bentuk, jenis dan perolehan uangnya, penulis
cenderung untuk tetap memakai kedua macam standar nisab zakat tersebut dalam
menentukan nishab zakat profesi, dengan perimbangan sebagai berikut. Pertama,
Untuk jenis-jenis profesi berupa bayaran atas keahlian, seperti dokter
spesialis, akuntan, advokat, kontraktor, arsitek, dan profesi-profesi yang
sejenis dengan itu, termasuk juga pejabat tinggi negara, guru besar, dan yang
sejajar dengannya, nishab zakatnya disamakan dengan zakat hasil pertanian,
yakni senilai kurang lebih 750 kg beras (5 wasaq). Meskipun kelihatannya
pekerjaan tersebut bukan usaha yang memakai modal, namun ia sebenarnya tetap memakai
modal, yaitu untuk peralatan kerja, transportasi, sarana komunikasi seperti
telephon, rekening listrik, dan lain-lain, zakatnya dikiaskan atau disamakan
dengan zakat hasil pertanian yang memakai modal, yakni 5 %, dan dikeluarkan
ketika menerima bayaran tersebut. Ini sama dengan zakat pertanian yang
menggunakan biaya irigasi (bukan tadah hujan).
Dengan demikian, jika harga beras 1 kg Rp. 3200,
sedangkan nisab (batas minimal wajib zakat) tanaman adalah 750 kg, maka untuk
penghasilan yang mencapai Rp. 3.200 x 750 = Rp. 2.400.000., wajib mengeluarkan
zakatnya sebanyak 5% nya yakni Rp. 120.000.- Pendapat semacam ini sesuai dengan
pendapat Muhammad Ghazali, sebagaimana yang dikutip Yusuf Qardawi, bahwa dasar
dan ukuran zakat penghasilan tanpa melihat modalnya, dapat disamakan dengan
zakat pertanian yaitu 5 atau 10 persen. Kata Ghazali, siapa yang memiliki
pendapatan tidak kurang dari pendapatan seorang petani, terkena kewajiban
zakat. Maka gologan profesionalis wajib mengeluarkan zakatnya sebesar zakat
petani tersebut, tanpa mempertimbangkan keadaan modal dan persyaratan lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari
penghasilan profesi bila telah mencapai nisab . Profesi yang dimaksud mencakup
profesi sebagai pegawai negeri/swasta, wiraswasta dan lain-lain. Dan hasil
kerja profesi wajib dizakatkan jika
telah sampai nisabnya.
2.
Batas nisab harta kekayaan yang diperoleh dari usaha
profesi dapat disamakan nisabnya dengan zakat hasil tanaman yaitu 5 wasaq
(sekitar 750 kg beras), dengan kewajiban zakat 5 % atau 10 %, dan dibayarkan
ketika mendapatkan perolehan imbalan atau upah dari profesi tersebut dan bila disamakan dengan zakat emas dan
perak nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 persen, maka mengeluarkannya
satu tahun sekali.
B.
Kritik dan Saran
Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca semua demi kemajuan kami di masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya,Jakarta: PT Syamil Cipta Media,2005
Mufraini, M. Arief., Akuntansi
Manajemen Zakat, Jakarta : Kencana, 2006
www.bazisdki.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar