Senin, 25 November 2013

Zakat Profesi


BAB II
PEMBAHASAN
ZAKAT PROFESI

A.    Pengertian Zakat Profesi
Zakat profesi adalah buah hasil kerja menguras otak  dan keringat yang dilakukan setiap orang contoh dari pendapatan profesi adalah gaji, upah, insentif atau nama lainnya yang disesuaikan dengan jenis profesi yang dikerjakan baik itu pekerjaan yang diandalkan  kemampuan fisik lainnya dan bahkan kedua-duanya
Zakat profesi adalah zakat dari penghasilan profesi bila telah mencapai nisab,  profesi dimaksud mencakup sebagai pegawai negeri.
Zakat profesi adalah seluruh pendapatan yang dihasilkan seseorang yang biasanya dalam bentuk gaji, upah honorarium, dan nama lainnya yang sejenis sepanjang pendapatan tersebut tidak merupakan suatu pengembalian dari harta, investasi atau modal pendapatan yang dihasilkan dari kerja profesi tertentu (dokter, pengacara) masuk dalam ruang lingkup zakat ini sepanjang unsur kerja mempunyai peranan yang paling mendasar dalam  menghasilkan pendapatan tersebut.
Pendapatan yang termasuk dalam kategori zakat profesi adalah: 
1.      Gaji, upah honorarium dan nama lainnya aktif (income) dari pendapatan tetap yang mempunyai kesamaan substansi yang dihasilkan oleh orang dari sebuah unit perekonomian swasta ataupun milik pemerintah dalam sebuah negara Islam terminologi pendapatan ini disebut sebagai al ‘Utiyat (pemberian).
2.      Pendapatan dari hasil kerja profesi  tertentu(pasif income) seperti dokter, akuntan dan lain sebagainya termasuk pendapatan ini dikenal dalam negara Islam sebagai Almal mustafaad (pendapatan tidak tetap)[1]


B.     Dasar Hukum Zakat Profesi
Dasar hukum lainnya, adalah qias atau menyamakan zakat profesi dengan zakat lain seperti hasil pertanian maupun zakat emas dan perak. Ketika hasil pertanian telah mencapai nisab 5 wasaq (750 kg beras) maka zakatnya sebesar 5 atau 10 persen. Jika hasil pertanian saja sudah wajib zakat, mestinya profesi yang memberikan pendapatan melebihi pendapatan petani wajib pula dikeluarkan zakatnya. Bagaimana dengan nisab zakat profesi? Mengingat zakat profesi ini tergolong baru, maka nisabnya dikembalikan kepada nisab jenis zakat lainnya yang telah berketentuan hukum.
Penghasilan profesi wajib dikeluarkan zakatnya Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 267

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ[2]
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan dari padanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Paling tidak ada keduanya sebagai dasar perhitungan nisab tersebut. Pertama, disamakan dengan zakat emas dan perak, yaitu 93,6 gram emas dan dikeluarkan sebanyak 25%. Sedangkan kemungkinan kedua, disamakan dengan zakat hasil pertanian, yaitu 5 wasq (sekitar 750 kg beras).[3]

C.    Zakat profesi dalam pandangan Islam
Zakat merupakan salah satu pilar dari pilar Islam yang lima, Allah SWT. Telah mewajibkan bagi setiap muslim untuk mengeluarkannya sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas kepemilikan harta tersebut masa haul (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga, atau telah tiba saat memanen hasil pertanian). Banyak sekali dalil-dalil baik dari al-Qur’an maupun as-sunnah sahihah yang menjelaskan tentang keutamaan zakat, infaq dan shadaqah. Zakat profesi merupakan salah satu kasus baru dalam fiqh (hukum Islam). Al-Qur’an dan al-Sunnah, tidak memuat aturan hukum yang tegas mengenai zakat profesi ini. Begitu juga ulama mujtahid seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal tidak pula memuat dalam kitab-kitab mereka mengenai zakat profesi ini. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya jenis-jenis usaha atau pekerjaan masyarakat pada masa Nabi dan imam mujtahid. Sedangkan hukum Islam itu sendiri adalah refleksi dari peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi ketika hukum itu ditetapkan
 
D.    Nisab Zakat Profesi dan Cara Perhitungannya.
Nisab merupakan batas minimal atau jumlah minimal harta yang dikenai kewajiban zakat. Karena zakat profesi ini tergolong baru, nisabnya pun mesti dikembalikan (dikiaskan) kepada nishab zakat-zakat yang lain, yang sudah ada ketentuan hukumnya. Ada dua kemungkinan yang dapat dikemukakan untuk ukuran nishab zakat profesi ini
1. Disamakan dengan nishab zakat emas dan perak, yaitu dengan mengkiaskannya kepada emas dan perak sebagai standar nilai uang yang wajib dikeluarkan zakatnya, yakni 20 dinar atau 93,6 gram emas. Berdasarkan Hadis Riwayat Daud: ( Tidak ada suatu kewajiban bagimu-dari emas (yang engkau miliki)hingga mencapai jumlah 20 dinar).
2. Disamakan dengan zakat hasil pertanian yaitu 5 wasq ( sekitar 750 kg beras). Zakatnya dikeluarkan pada saat diterimanya penghasilan dari profesi tersebut sejumlah 5 atau 10 %,sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Karena profesi itu sendiri bermacam-macam bentuk, jenis dan perolehan uangnya, penulis cenderung untuk tetap memakai kedua macam standar nisab zakat tersebut dalam menentukan nishab zakat profesi, dengan perimbangan sebagai berikut. Pertama, Untuk jenis-jenis profesi berupa bayaran atas keahlian, seperti dokter spesialis, akuntan, advokat, kontraktor, arsitek, dan profesi-profesi yang sejenis dengan itu, termasuk juga pejabat tinggi negara, guru besar, dan yang sejajar dengannya, nishab zakatnya disamakan dengan zakat hasil pertanian, yakni senilai kurang lebih 750 kg beras (5 wasaq). Meskipun kelihatannya pekerjaan tersebut bukan usaha yang memakai modal, namun ia sebenarnya tetap memakai modal, yaitu untuk peralatan kerja, transportasi, sarana komunikasi seperti telephon, rekening listrik, dan lain-lain, zakatnya dikiaskan atau disamakan dengan zakat hasil pertanian yang memakai modal, yakni 5 %, dan dikeluarkan ketika menerima bayaran tersebut. Ini sama dengan zakat pertanian yang menggunakan biaya irigasi (bukan tadah hujan).

Dengan demikian, jika harga beras 1 kg Rp. 3200, sedangkan nisab (batas minimal wajib zakat) tanaman adalah 750 kg, maka untuk penghasilan yang mencapai Rp. 3.200 x 750 = Rp. 2.400.000., wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 5% nya yakni Rp. 120.000.- Pendapat semacam ini sesuai dengan pendapat Muhammad Ghazali, sebagaimana yang dikutip Yusuf Qardawi, bahwa dasar dan ukuran zakat penghasilan tanpa melihat modalnya, dapat disamakan dengan zakat pertanian yaitu 5 atau 10 persen. Kata Ghazali, siapa yang memiliki pendapatan tidak kurang dari pendapatan seorang petani, terkena kewajiban zakat. Maka gologan profesionalis wajib mengeluarkan zakatnya sebesar zakat petani tersebut, tanpa mempertimbangkan keadaan modal dan persyaratan lainnya.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1.         Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi bila telah mencapai nisab . Profesi yang dimaksud mencakup profesi sebagai pegawai negeri/swasta, wiraswasta dan lain-lain. Dan hasil kerja profesi  wajib dizakatkan jika telah sampai nisabnya.
2.         Batas nisab harta kekayaan yang diperoleh dari usaha profesi dapat disamakan nisabnya dengan zakat hasil tanaman yaitu 5 wasaq (sekitar 750 kg beras), dengan kewajiban zakat 5 % atau 10 %, dan dibayarkan ketika mendapatkan perolehan imbalan atau upah dari profesi tersebut  dan bila disamakan dengan zakat emas dan perak nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 persen, maka mengeluarkannya satu tahun sekali.

B. Kritik dan Saran
Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan kritik dan saran dari pembaca semua demi kemajuan kami di masa yang akan datang.
 


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya,Jakarta: PT Syamil Cipta Media,2005

Mufraini, M. Arief., Akuntansi Manajemen Zakat, Jakarta : Kencana, 2006
www.bazisdki.go.id





[1] M. Arief. Mufraini, Akuntansi Manajemen Zakat, (Jakarta : Kencana, 2006) hal. 78
[2] Departemen Agama RI, Al Quran dan Tarjamahannya, hlm. 67
[3] Putusan Tarjih Tahun 2000 dalam Munas Ke-25,Lampiran II (naskah tidak diterbitkan), hlm. 27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar