Senin, 25 November 2013

Contoh Takhrij Hadis


PENDAHULUAN

Hadis merupakan sumber rujukan bagi umat Islam setelah Al-Qur’an. Berbeda dengan Al-Qur’an yang sudah Qath’i, Hadis harus terlebih dahulu diteliti kebenarannya apakah berasal dari Nabi Saw atau bukan, mengingat jangka waktu  begitu panjang antara wafatnya Nabi dengan pembukuan hadis yang memungkinkan terjadinya percampuran antara hadis yang shahih, hasan, dha’if dan maudhu’.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita dengar  para da’i atau mubaligh menyampaikan ceramah,khutbah, ataupun pengajian-pengajian. Hadis-hadis yang ditemukan dilapangan perlu dikaji ulang karena beberapa hal:
Pertama, kualitas sanad hadis tersebut belum diketahui, masyarakat awam hanya menerima hadis yang langsung disebutkan atau disandarkan kepada Nabi Saw, sementara periwayat- periwayat lainnya tidak disebutkan.Mungkin karena ketidaktahuan da’i atau mubaligh, atau karena terlalu panjang sehingga untuk menghemat waktu rangkaian sanad itu diperpendek.
Kedua, Kualitas matan-nya juga belum diketahui . Adakala ditemukan seorang da’i menyebutkan perkataan ulama sebagai hadis karena ketidaktahuannya. Kajian terhadap hadis yang beredar ditengah masyarakat setidaknya akan mengontrol perkembangan hadis-hadis tersebut sehingga seorang da’i tidak berani menyebutkan hadis-hadis Nabi Saw tanpa pengetahuan yang cukup dalam memahami hadis.
Untuk menyelesaikan hadis-hadis tersebut sangat diperlukan kajian yang mendalam baik dari segi sanad maupun matan. Dan salah satu upaya penting dalam pengkajian ini adalah dengan melakukan pen-takhrij-an hadis . Agar hadis yang dijadikan sumber hukum itu jelas kualitasnya serta bisa diamalkan sesuai dengan hasil yang diperoleh dari kandungannya.
Semoga apa yang kita kerjakan dalam mata kuliah Hadis Ahkam ini diridhoi Allah Swt serta terhindar sebagai orang yang ingkar sunnah.
Penulis berlindung kepada Allah dari penyelesaian makalah ini dan memohon petunjuk serta keselamatan. Wallahu a’alam



PENELITIAN SANAD HADIS


A.    Hadis yang di teliti
Penulis akan meneliti hadis:
لا يخطب على خطبة أخيه....
B.     Cara penelusuran hadis
 Adapun cara penelusuran hadis yang di pakai adalah dengan mencari salah satu kata yang ada pada matan hadis dengan menggunakan kitab mu’jam al mufahras li-alfazhil hadis kararangan A.J Wensinck. (selanjutnya di sebut mu’jam).
Setelah ditelusuri dalam Mu’jam dengan menggunakan kataخطب , maka di temukan potongan hadis ini pada jilid 2 halaman 47[1]. Di sana tertulis:
لا يخطب على خطبة أخيه: خ: نكاح 45، بيوع 58، شروط 8. م: بيوع 8، نكاح 28، 49، 53، 54، 56. د: نكاح 17 **. ت: نكاح 37. ن: بيوع 19. جه: نكاح 10**. دى: نكاح 7، ط: 1، 2، 12. حم: 2: 122، 124، 126، 142، 152، 228، 274، 311، 318، 394، 411، 427، 457، 462، 463، 478، 489، 558. 4: 147. 5: 11.
dalam mu’jam ini dapat dijelaskan bahwa hadis tersebut terdapat dalam kitab Shahih Bukhari bab nikah hal: 45, bab jual beli hal: 58, bab syarat hal: 8, dalam kitab Shahih Muslim bab jual beli hal: 8, bab nikah hal: 28, 49, 53, 54, 56, dalam kitab Sunan Abu Daud  bab nikah hal: 17 terdapat 2 hadis, dalam kitab Sunan At-Tirmizi bab nikah hal: 37, dalam kitab Sunan An-Nasa’i bab jual beli hal: 19, dalam kitab Sunan Ibnu Majjah bab nikah hal: 10 terdapat 2 hadis, dalam kitab Sunan Ad-Darimi bab nikah hal: 7, dalam kitab Muwatta’ Imam Malik bab nikah bab 1 dan 2 hal: 12, dalam kitab Musnad Ahmad bin Hambal  bab 2 hal: 122, 124, 126, 142, 152, 228, 274, 311, 318, 394, 411, 427, 457, 462, 463, 478, 489, 558, bab 4 hal: 147, bab 5 hal: 11.
  
C.    Pengutipan hadis kedalam kitab asli.
1.      Kitab Shahih Bukhari, jilid 3, halaman 136[2]:
باب لا يخطب على خطبة أخيه حتى ينكح أو يدع
حدثنا مكي بن إبراهيم حدثنا ابن جريح قال سمعت نافعا يحدث أن ابن عمر رضي الله عنهما كان يقول: نهى النبي صلى الله عليه وسلم أن يبيع بعضكم على بيع بعض ولا يخطب الرجل على خطبة أخيه حتى يترك الخاطب قبله أو يأذن له الخاطب.
2.      Kitab Shahih Muslim jilid 1 halaman 647 bab 6  hadis no 49 dan 50

باب تحريم الخطبة على خطبة أخيه حتى يأذن أو يترك
49. حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا ليث ح وحدثنا ابن رمح أخبرنا الليث عن نافع، عن ابن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا يبع بعضكم على بيع بعض ولا يخطب بعضكم على خطبة بعض.
50. حدثنى زهير بن حرب ومحمد بن المثنى جميعا عن يحي القطان قال زهير حدثنا يحي عن عبيد الله أخبرني نافع عن ابن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا يبع الرجل على بيع أخيه ولا يخطب على خطبة أخيه، إلا أن يأذن له.
Dalam kitab shahih muslim ini tidak semua hadis penulis cantumkan karena hadis tentang masalah larangan meminang ini terlalu banyak dimuat dalam kitab shahih muslim, maka saya hanya mengutip dua hadis tersebut dalam bab nikah hadis ke 49 dan 50 saja.
3.      Kitab Sunan Abu Daud jilid 2 halaman 94 hadis no 17 dikutip dua buah hadis
باب في كراهة أن يخطب الرجل على خطبة أخيه
- حدثنا أحمد بن عمرو بن السرج، ثنا سفيان عن الزهري، عن سعيد بن المسيب، عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يخطب الرجل على خطبة أخيه.
- حلدثنا الحسن بن علي، ثنا عبد الله بن نمير، عن عبد الله عن نافع عن ابن عمر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يخطب أحدكم على خطبة أخيه ولا يبيع على بيع إلا بإذنه.
4.  Kitab Sunan At-Tirmizi jilid 2 halaman 371 hadis no 37[3].
باب ما جاء أن لا يخطب الرجل على خطبة أخيه
حدثنا أحمد بن منيع وقتيبة قالا: حدثنا سفيان بن عيينة عن الزهري عن سعيد بن المسيب عن أبي هريرة، قال قتيبة: يبلغ به النبي صلى الله عليه وسلم: لا يبيع الرجل على بيع أخيه، ولا يخطب على خطبة أخيه.
At-Tirmizi dalam kitabnya menjelaskan tentang hadis larangan meminang perempuan yang sudah dipinang oleh laki-laki lain adalah:
Abu Isa berpendapat hadis dari Abu Hurairah ini adalah Hasan Shahih. Menurut Malik bin Anas yang dimaksud dengan hadis ini adalah makruh bahwa seorang laki-laki meminang seorang perempuan yang telah dipinang oleh laki-laki lain. Apabila seorang laki-laki telah meminang seorang perempuan maka perempuan itu wajib dengan laki-laki yang telah meminangnya itu, dilarang ada laki-laki lain yang datang meminang kepada perempuan tersebut.

.Kitab Muwatta’ Imam Malik
1.   باب ما جاء في الخطبة
حدثنا يحي عن مالك عن محمد بن يحي بن حبان عن الأعرج عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لا يخطب أحدكم على خطبة أخيه. وحدثني عن مالك عن نافع عن عبد الله بن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لا يخطب أحدكم على خطبة أخيه.








(3Ranji sanad
    Ranji sanad yang di takhrij oleh Imam At- Turmudzi:


















رسول الله
 


أبى ذر
 


مرثد
 



مالك بن مرثد
 


أبو زميل
 


عكرمة بن عمار
 



النضر بن محمد
 


عباس
 


الترمذى
 




D.    Penelitian sanad hadis
Untuk meneliti sanad hadis tersebut,penulis merujuk kepada Kitab Tahzib Al Kamal fi Asma’Al Rijal karangan Al-Hafiz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mizzi dan Kitab Tahzib Al –Tahzib karangan Al-hafiz Shihabuddin Ahmad bin Ali Bin Hajar Al-Asqalaniy.
1.      Abbas bin Abdul Azim Al-Anbari
Nama lengkapnya adalah Abbas bin Abdul Azim bin Ismail bin Taubah Al-Anbari ,                                                   Abu fadl Al- Basri Al-Hafiz.( Tahzib Al- Kamal, juz 5, halaman 218)[4].
Beliau menerima hadis di antaranya dari An-Nadar bin Muhammad Al-Jurasyi, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Abi Mansur As-Saluli. Dengan demikian    terlihat antara Abbas bin Abdul Azim Al- Anbari dengan gurunya An- Nadar terkait langsung sebagai guru dan murid. Namun untuk muridnya tidak di tulis langsung nama At-Turmuzi,hanya tertulis al-jaama’ah bukhari ta’liiqan.  Jadi penulis menyimpulkan di dalam kata Al-Jamaah termasuk  At-Turmudzi.
a.       Penilaian ulama
Menurut Abu Hatim, Abbas bin Abdul Azim adalah seorang perawi  yang shaduq.sedangkan An-Nasa’I mengatakan bahwa Abbas bin Abdul Azim Al- Anbari adalah seorang perawi yang tsiqah makmun
b.      Analisa penulis  
Berdasarkan penilaian ulama di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa Abbas bin Abdul Azim adalah seorang perawi yang adil lagi dabit karena tidak ada ahli hadis  lain yang menjarahnya.
2.      An-Nadar bin Muhammad A-Jurasyi Al-Yamami
Nama lengkapnya adalah An-Nadar bin Muhammad bin Musa Al-Jurasyi,Abu Muhammad  Al-Yamami,Maula bani Umaiyah.(Tahzib Al-Kamal, jilid 10, halaman 302)[5].
Beliau menerima hadis di antaranya dari Ikrimah bin Ammar Al-Yamami, Himad bin Salamah, dan Shu’bah bin Hajaj. Diantara muridnya yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah Abbas bin Abdul Azim Al-Anbari, Ahmad bin Tsabit Al- Razi, Ahmad bin Ja’far Al-Ma’quri. Dengan demikian dapat terlihat bahwa antara An-Nadar dengan Ikrimah terkait langsung sebagai murid dan guru,antara An-Nadar bin Muhammad Al-Jurasyi dengan Abbas bin Abdul Azim Al-Anbari terkait langsung sebagai guru dan murid. Dengan demikian dapat terlihat bahwa sanadnya muttashil.
a.       Penilaian ulama
Ahmad bin Abdullah Al- Ajali mengatakan bahwa An-Nadar  bin Muhammad Al Jurasyi Al Yamami adalah seorang yang tsiqah. Menurut Ibnu Hibban, An- Nadar  bin Muhammad Al- Jurasyi Al- Yamami juga merupan seorang perawi yang tsiqah.
b.      Analisa penulis
Dari penilaian ulama di atas penulis menyimpulkan bahwa An-Nadar bin Muhammad Al-Jurasyi Al-Yamami adalah seorang perawi yang adil lagi dhabit (tsiqah), dan juga tidak ada ulama lain yang menjarahnya.
3.      Ikrimah bin Ammar
Nama lengkapnya adalah Ikrimah bin Ammar Al-Ijliy,Abu Ammar Al-Yamami. (Tahzib at-Tahzib jilid 7 halaman 226)[6].  Beliau meninggal pada tahun 159 H. Di dalam kitab tersebut di sebutkan bahwa diantara gurunya adalah Abu Zumail Samak bin Walid Al-Hanafi, Harmas bin Ziyad, Iyas bin Salamah. Dan diantara muridnya yang meriwatkan hadis dari beliau adalah Abu An-Nadar, Shu’bah dan Ats-Tsauri. Dari pernyataan tersebut dapat di ketahui bahwa antara ikrimah bin Ammar dengan Abu Zumail terkait sebagai murid dan guru secara langsung,begitu juga dengan An-Nadar,mereka juga terkait sebagai guru dan murid secara langsung. Dengan begitu dapat di katakana bahwa sanadnya muttashil.
a.       Penilaian ulama
Menurut Mu’awiyah bin Shaleh  dari Yahya bin Muin Ikrimah bin Ammar itu adalah seorang yang  tsiqah. Sedangkan menurut Ibnu Abi Khaitsamah dari Ibnu Muin ,Ikrimah itu adalah seorang yang shaduq,la ba’sa bih.
b.      Analisa penulis
Dari penilaian ulama di atas,penulis menyimpulkan bahwa Ikrimah bin Ammar itu adalah seorang perawi yang adil dan dhabit,karena tidak ada yang menjarahnya.
4.      Abu Zumail
Nama aslinya adalah Samak bin Walid Al- Hanafi, Abu Zumail Al- Yamami (Tahzib Al Kamal,  jilid 4,  halaman 438)[7].
Diantara gurunya yang di sebutkan dalam kitab Tahzib Al- Kamal adalah Malik bin Marsad, Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin Umar bin Khattab. Diantara muridnya adalah Ikrimah bin Ammar, Ismail bin Marsal Al- Khus’ami. Dengan demikian terlihat bahwa ada saling keterkaitan antara murid dan guru. Jadi,dapat di katakan bahwa sanadnya muttashil.
a.       Penilaian ulama
Menurut Harb bin Ismail, Abu Zumail itu adalah seorang perawi yang tsiqah.sedangkan menurut Abu Hatim, Abu Zumail ini adalah seorang perawi hadis yang shaduq laa ba’sa bih. Munurut An-Nasai, Abu Zumail di nilai laisa bihi ba’s. selanjutnya ibnu hibban mengatakan Abu Zumail itu adalah seorang perawi yang tsiqah.
b.      Analisa penulis
Berdasarkan penilaian ulama tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa Abu Zumail adalah seorang perawi yang tsiqah dan tidak ada ulama hadis yang menjarahnya.
5.      Malik bin Marsad
Nama lengkapnya adalah Malik bin Marsad bin Abdullah Az-Zamani , ada juga yang mengatakan Az-Zammari Abu Abdillah (Tahzib At- Tahzib,  jilid 10, halaman 18)[8].  Guru dari Malik bin Marsad ini adalah ayahnya dan Abi Zar. Dan diantara muridnya adalah Abu Zumail Samak bin Walid dan Auza’i. Dengan demikian terlihat jelas kebersambungan perawi dan sanadnya dapat di katakan muttashil.

a.       Penilaian ulama
Ibnu hibban memasukkan Malik bin Marsad kedalam kitabnya Ats-Tsiqah sebagai salah satu perawi yang tsiqah.
b.      Analisa penulis
Dengan di masukkannya Malik bin Marsad oleh Ibnu Hibban ke dalam kitab Ats-Tsiqah, penulis menyimpulkan bahwa Malik bin Marsad adalah seorang perawi hadis yang tsiqah, dan tidak ada ulama yang menjarahnya.
6.      Marsad
Nama lengkapnya adalah Marsad bin Abdullah Az-Zummani (Tahzib Al-Kamal,  jilid 9,  halaman 550)[9]. Nama gurunya adalah Abi Zar Al-Gifari, dan nama muridnya adalah anaknya yaitu Malik bin Marsad. Dengan demikian terlihat adanya keterkaitan antara Marsad dengan Abu Zar sebagai murid dan guru, begitu juga antara Marsad dengan anaknya Malik juga ada keterkaitan langsung sebagai  guru dan murid. Maka dapat dikatakan  bahwa sanadnya bersambung atau muttashil.
a.       Penilaian ulama
Para mukharrij seperti Bukhari, Turmuzi, An-Nasai dan Ibnu Majah meriwayatkan hadis dari beliau.
b.      Analisa penulis
Walaupun didalam kitab Tahzib Al-Kamal tidak di sebutkan penilaian ulama,tetapi disana di sebutkan bahwa Bukhari, Turmuzi, An-Nasa’I dan iInu Majah meriwayatkan hadis dari beliau,maka penulis menyimpulkan bahwa Marsad bin Abdullah seorang perawi yang tsiqah.
7.      Abu Zar  Al- Giffariy
Banyak terdapat perbedaan pendapat mengenai nama dari Abu Zar ini. Ada yang mengatakan namanya adalah Jundub bin Janadah. Adapula yang mengatakan Barir bin Janadah, kemudian Barir bin Jundud, dan masih banyak lagi. Namun yang terkenal adalah Jundub bin Janadah bin Sofyan bin Ubaid bin Al- Waqiah bin Haram bin Gaffar (Tahzib Al-Kamal, jilid 11, halaman 334)[10].
Beliau meriwayatkan hadis langsung dari Nabi S.A.W. juga dari Muawiyah bin Abi Sofyan. Beliau mempunyai murid yang sangat banyak,diantaranya di sebutkan nama Marsad Az-Zammariy.  Dengan demikian terlihat jelas bahwa perawinya mempunyai keterkaitan yang jelas,sehingga dapat di katakan bahwa hadisnya muttashil.
a.       Penilaian ulama
Tidak ada satupun ulama yang menjarah Abu Zar,karena beliau termsuk salah satu sahabat Nabi yang telah di akui ketsiqahannya.
b.      Analisa penulis
Berdasarkan penilaian ulama tersebut penulis menyimpulkan bahwa Abu Zar adalah seorang perawi yang tsiqah dan tidak ada yang menjarahnya.
8.       Kesimpulan
Berdasarkan penelitian diatas, jika dilihat dari segi ke-muttashilan-nya maka sanad hadits ini semuanya bersambung / muttashil, karena perawi disemua tingkatan saling terkait sebagai guru dan murid. Dilihat dari aspek adil dan dhabitnya, semua perawinya adalah orang yang tsiqah dan tidak di temukan seorang ulama pun yang menjarahnya. Jadi bisa disimpulkan bahwa sanad hadits melalui jalur Turmudzi ini adalah bernilai sahiah. Sedangkan menurut abu isya hadis ini hasan garib.


-


[1]A.J. Wensink, Al-mu’jam Al-mufahras, Brill, Leiden, 1955,juz 2, hlm 47.            

[3]  Abu Isa Muhammad  ibnu Surah At-Tirmizi, Sunan At-Tirmizi, Dar Al-Hadis Al- Qahirah, Kairo, tt, juz 2, hlm 371
[4] Al-Hafiz Jamaluddin Abi Al- Hajjaj Yusuf Al-Mizzi, Tahzib Al-Kamal fi Asma’ Al-Rijal, juz 5, hlm 218
[5] Al-Hafiz Jamaluddin Abi Al- Hajjaj Yusuf Al-Mizzi, Tahzib Al-Kamal fi Asma’ Al-Rijal, juz 10, hlm 302
[6] Al-Hafiz Shihabuddin Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Tahzib At- Tahzib, juz 7, hlm 226
[7] Al-Hafiz Jamaluddin Abi Al- Hajjaj Yusuf Al-Mizzi, Tahzib Al-Kamal fi Asma’ Al-Rijal, juz 4, hlm 438
[8] Al-Hafiz Shihabuddin Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Tahzib At- Tahzib, juz 10, hlm 18
[9] Al-Hafiz Jamaluddin Abi Al- Hajjaj Yusuf Al-Mizzi, Tahzib Al-Kamal fi Asma’ Al-Rijal, juz 9, hlm 55
[10] Ibid, juz 11, hlm 334

Tidak ada komentar:

Posting Komentar